ADA CINTA DI MAPIA
“…tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.” (Yeremia 1:7)
Charles Faidiban (53) adalah potret seorang pendidik yang penuh pengabdian. Ia tak pernah membayangkan jika harus menjadi seorang kepala sekolah sekaligus guru yang hanya memiliki satu murid. Ya, Anda tidak salah baca: hanya satu murid! Ia adalah seorang guru di Kepulauan Mapia, sebuah gugus kepulauan terluar di atas wilayah Manokwari, Papua. Awalnya memang ada lima orang murid yang diajarnya, namun keempat diantaranya ‘mengundurkan diri’ karena ikut pindah orang tuanya ke luar pulau itu. Tinggalah Alen (6), satu-satunya murid yang ia ajar kini.
Hari-hari Charles pun menjadi sepi. Tapi ia tak hendak meninggalkan profesinya itu. Segala upaya untuk tetap bisa mengabdi di dunia pendidikan ia jalani. Ia membujuk masyarakat yang menyekolahkan anaknya di luar Mapia untuk mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada Charles. Bagi Charles sekolah itu adalah masa depan Mapia. Makanya ia mati-matian mempertahankan kelangsungannya.
Dalam dunia pelayanan kepada Tuhan, kiranya kisah di atas adalah sebuah cermin bahwa untuk mengabdi, ada harga yang harus dibayar. Tak jarang harga yang mahal yang musti diberikan. Nabi Yeremia misalnya. Bertahun-tahun ia mengabdi untuk menyelamatkan Israel bangsanya. Tetapi tak satupun orang yang mau mendengar nubuatannya. Semuanya dianggap angin lalu. Tetapi karena sudah terpanggil, Yeremia tetap setia di jalur pengabdiannya.
Dalam bentuk dan wilayah yang berbeda, kita masing-masing terpanggil untuk melayani dan mengabdikan diri kepada Tuhan. Ada pertanyaan yang menggelayuti kita: pengabdian macam apakah yang sudah kita berikan bagi-Nya? [JP]
No comments:
Post a Comment