Thursday, September 17, 2009

MENUNGGU YANG TAK MEMBOSANKAN

“Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam.” (1 Tesalonika 5:1-2)

Kata orang menunggu itu membosankan. Apakah selalu begitu? Apakah ini juga berlaku dalam konteks menunggu kedatangan Kristus yang kedua kalinya? Bisa “ya”, tapi juga bisa”tidak”. Jawaban pertama terjadi pada orang-orang yang tidak bisa menyiasatinya sehingga didera kebosanan. Tetapi jawaban kedua akan berlaku untuk mereka yang memahami bagaimana menunggu kedatangan Tuhan.

Harian Surya memberitakan tentang kerugian besar yang diderita akibat kebosanan yang tak teratasi. Hasan Bisri meminta Mahfud, sopirnya, untuk memarkir mobilnya di depan sebuah Perseroan Terbatas. Ia bermaksud berbelanja sebentar di sebuah super market. Sebelum beranjak dari jok depan mobilnya, ia menitipkan sebuah tas kepada sopir. “Hati-hati, ada banyak uang di dalamnya,” pesannya. Sang sopir mengangguk tanda paham atas apa yang diperintahkan majikannya.

Lama menunggu di belakang kemudi, Mahfud tak kunjung melihat majikannya datang. Ia disergap kebosanan dan berniat turun untuk mencari secangkir kopi. Baru lima belas menit meninggalkan mobil, ia terperangah melihat kaca mobil sudah pecah dan celakanya, tas titipan majikan raib digondol perampok. Ia lebih kaget karena ternyata tas itu berisi uang senilai Rp. 55 juta beserta dengan surat-surat berharga. Mahfud pun lemas dan tak kuasa menahan sesal. Tetapi sudah terlambat.

Pesan majikan Mahfud untuk berjaga-jaga sebenarnya senada dengan apa yang Tuhan Yesus sampaikan bagi kita. Untuk menyambut kedatangan-Nya kembali, ada banyak hal yang Tuhan perintahkan. Intinya agar kita berjaga-jaga, bukan secara pasif, tetapi secara aktif dengan melayani dan mengerjakan hal-hal mulia untuk kemuliaan-Nya. Jika ini yang kita pilih, saya percaya bahwa menunggu-Nya tidak akan membosankan lagi. [JP]

TUNGGULAH KEDATANGAN-NYA DENGAN SIBUK MELAKUKAN APA YANG IA KEHENDAKI

Thursday, May 14, 2009

BEDA KEYAKINAN

Angelina Sondakh akhirnya dikabarkan menikah dengan Adjie Massaid, duda keren beranak dua. Bahkan menurut rumor yang beredar, mantan Putri Indonesia itu tengah berbadah dua. Yang lebih mengejutkan, Angie dikabarkan menikah secara siri dengan mantan suami Reza Artamevia itu. Nikah siri adalah sebuah praktek pernikahan dalam agama tertentu dan dilegalkan. Saya rasa kita perlu berhenti sampai di sini, karena jika diteruskan renungan ini akan berubah menjadi infotaintment.

Masalah pernikahan berbeda agama/keyakinan memang bukan hal baru. Peristiwa semacam ini hanyalah ulangan dari deretan pernikahan yang telah terjadi sebelumnya. Ada pasangan suami – isteri yang masih tetap bertahan dengan keyakinan masing-masing dan mengaku baik-baik saja. Ada yang berusaha menarik pasangannya untuk memeluk keyakinan yang sama. Ada pula yang menyerah di tengah jalan dan memilih jalan bercerai.

Kompas.com menyebut bahwa perbedaan keyakinan adalah salah satu dari delapan sumber konflik yang sering terjadi antara suami – isteri. Cinta buta pada awalnya dapat ‘menutupi’ perbedaan-perbedaan, termasuk dalam hal keyakinan. Begitu masuk dalam realita rumah tangga yang sesungguhnya, mereka mulai menemukan bahwa perbedaan keyakinan adalah hal yang sulit disatukan.

Sahabat, pelajaran apa yang bisa kita petik? Kita tentu tidak mau menjadi orang-orang yang mengorbankan iman karena pasangan hidup. Adalah bukti rendahnya komitmen kita terhadap ketuhanan Kristus jika kita melakukannya. Dengan cara itukah kita bersyukur untuk karya penebusan-Nya? Kita juga tidak ingin memaksakan diri untuk masuk ke dalam pernikahan beda keyakinan. Selain tidak dianjurkan Alkitab, hal ini juga akan membawa pasangan dalam kondisi tersiksa. Yang paling aman adalah mengikuti apa kata ‘manual book’ kehidupan kita dengan menjadi pasangan yang seimbang. [JP]

Sunday, April 26, 2009

MENDADAK FACEBOOK

Situs jejaring sosial facebook (FB) telah mengubah wajah dunia dalam waktu yang singkat. Ibu rumah tangga, karyawan, pelajar, mahasiswa, artis, politisi hingga rohaniwan keranjingan menggunakan situs pertemanan yang dibangun Mark Elliot Zuckerberg ini. Sejak diluncurkan tahun 2004, situs ini telah menghubungkan 123,9 juta orang di seluruh dunia. Itu data hingga Mei 2008, saat ini tentu jumlah itu sudah membengkak. Ada apa dengan FB?

Jika Anda mencermati lingkungan sosial akhir-akhir ini, Anda akan mendapati banyaknya orang yang ‘menyendiri’ di tengah keramaian. Mereka asyik dengan laptop, Blackberry atau ponsel mereka untuk terhubung dengan teman-teman mereka di FB. Uniknya, banyak yang mengakses FB untuk hal-hal yang sebenarnya ngga penting-penting amat. Seorang facebooker memposting sebuah status di dindingnya, “Mau mandi dulu ah…” Terus, apa urusannya kalau mau mandi? Tetapi itulah realitas kehidupan sosial yang terjadi belakangan.

Di sisi lain, menggunakan FB pun dapat mendatangkan banyak manfaat asalkan kita dapat memosisikan diri sebagai pengakses FB yang cerdas. Berikut beberapa tips yang dapat Anda cermati:
1. Pastikan tujuan Anda ketika bergabung dengan FB. FB adalah sebuah fasilitas untuk memperluas relasi sosial di sunia maya. Jangan sampai pekerjaan akhirnya terbengkelai gara-gara terlalu sibuk nongkrongin FB.
2. Selektif memilih teman. Pilihlah teman yang memberi manfaat secara sosial, bukan hanya di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata. Mereka mungkin teman sekolah, kerja, rekan bisnis atau saudara seiman Anda.
3. Jangan jadikan FB sebagai identitas. Bagaimanapun FB adalah fasilitas, bukan identitas. Sebagian orang merasa pede bergaul di dunia maya, tetapi tidak di kehidupan nyata. Jika Anda mengalaminya, Anda harus berhati-hati dengan identitas Anda.
4. Hindari umbar data diri. Berikan data diri secukupnya karena Anda tidak berkewajiban mengumbar identitas kepada orang-orang yang bisa saja menyalahgunakannya.
5. FB bukan tempat curhat. Jika ingin curhat, sebaiknya tidak memilih FB karena kemungkinan dilihat dan diketahui banyak orang terbuka lebar. Gunakan telepon atau email untuk masalah-masalah pribadi yang sifatnya rahasia.
6. Jangan menggantikan pergaulan nyata. Jangan sampai kita menjadi orang yang ‘gaul’ di dunia maya, tetapi kesepian di dunia nyata. Hubungan pertemanan nyata jauh lebih berharga, apalagi jika disangkutpautkan dengan kesehatan emosi dan pertumbuhan rohani.
7. Akseslah FB seperlunya. Jangan terlalu lama memasang FB di layar monitor atau HP Anda. Cukuplah untuk sekedar sign in, menginformasi permintaan pertemanan, menjawab pertanyaan atau memposting hal-hal penting, setelah itu segera sign out.

Jika kita menggunakan situs ini secara bertanggung jawab, niscaya banyak manfaat yang akan kita dapatkan. Masalah jarak dan waktu yang acap jadi penghambat komunikasi, bisa dijembatani dengan FB. Sebagian orang memanfaatkannya untuk kepentingan pelayanan, marketing produk dan hal-hal positif lainnya.

Jadi bagaimana menurut Anda? Apakah FB itu –meminjam istilah Pak Rubin Adi– “berkat” atau “bencana”? [dari berbagai sumber]

Wednesday, April 15, 2009

AKHIR KISAH PEMBURU KURSI

Mbah Darmo klenger! Niatnya untuk duduk manis di kursi empuk dewan tingkat kabupaten pupus sudah. Boro-boro dapet kursi, pemilih yang mencontreng namanya pada kertas suara tak lebih dari 50 orang. Demi melihat kenyataan ini, Mbah Darmo hanya bisa termangu tak percaya. Bagaimana tidak? Penganggur ini sudah mati-matian menggelontorkan dana kampanye. Utang sana-sini untuk bikin spanduk, selebaran dan poster. Ia juga menunjuk tim sukses untuk memasang gambar-gambar dirinya di tempat-tempat strategis. Untuk hal itu tentu harus ada 'uang lelah' untuk sekedar membeli rokok dan makan malam. Ia juga harus berlatih pidato berbulan-bulan mengingat saat kampanye ia harus berorasi di depan masa yang mendukungnya. Just for your information, Mbah Darmo lulus SMA saja dengan nilai yang pas-pasan. Jadi, bayangkan sendiri bagaimana pidatonya. Ia pasti tak fasih lidah, apalagi menanggapi isu-isu politik yang berkembang. Mungkin ia bahkan tak tahu apa itu electoral treshold.

Ia berharap, nanti kalo sudah jadi anggota dewan, utangnya tertutup. Modalnya bisa balik, impas. Kini harapan tinggal harapan. Mbah Darmo malah sibuk menyembunyikan diri dari kejaran debt colector yang tak menyerah nongkrong saban hari di rumah kontrakannya. Ia stres, frustasi, malu, takut, minder dan tak kuasa menanggung beban ini. Tekanan yang hebat itu membawanya ke titik depresi tertinggi dan akhirnya gilalah caleg tak jadi ini.

Kerjaannya menggotong kursi ke mana ia pergi dengan tetap berseragam partai yang dibelanya. Berteriak-teriak tak jelas di sepanjang jalan. Bahkan ia tak bisa membedakan lagi mana toilet dan mana pinggir jalan. Syaraf warasnya benar-benar telah putus. Sampai akhirnya tak sehelai benangpun melekat di tubuhnya.

Mbak Darmi, sang istri, jadi trenyuh. "Lha wong sudah tak ingetin dari dulu untuk tidak nyaleg. Tapi semangat keblingernya itu koq ya ndak turun-turun. Malah ngomong kamu ini wong wedok tahu apa. Oalah pakne.. pakne.. lha kalo sekarang kamu jadi kenthir terus aku piye?" ujarnya sambil mengelus dada. Tapi kondisi kejiwaan suaminya yang tergoncang tidak membuat Mbak Darmi berencana menggugat cerai. Ia mencoba tabah untuk menghadapi kondisi suaminya.

Demikianlah Mbak Darmi menjalani hari-harinya berteman seorang suami tak waras. Belum lagi ia harus menjadi buruh cuci di tetangga kampungnya untuk menutup utang Mbah Darmo. Ia menerawang... Entah kapan utangnya lunas terbayar....***
MIGHTY HELPER

“Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran...” (Yohanes 14:16-17)

Pernahkan Anda meminta tolong kepada seorang anak kecil untuk melakukan sesuatu, padahal anak kecil itu belum mampu memahami sepenuhnya permintaan Anda? Bagaimana hasilnya, manakah yang lebih sering Anda dapatkan, memuaskan atau tidak? Kalau Anda menyuruhnya untuk mengambil segelas air, bisa-bisa airnya tumpah atau bahkan gelasnya pecah karena terjatuh. Jika Anda memintanya untuk menyelesaikan tugas melalui komputer Anda, file yang sudah Anda kerjakan bisa hilang. Malah, salah-salah program komputer Anda bisa rusak.

Berbeda dengan ketika Anda meminta bantuan kepada pihak yang memahami betul apa yang Anda inginkan. Anda akan mendapatkan hasil memuaskan dan keinginan Anda terpenuhi. Jika listrik di rumah Anda bermasalah dan tak berfungsi sebagaimana mestinya, Anda tentu akan meminta tolong orang yang mengerti seluk-beluk listrik. Waktu kendaraan Anda mogok, Anda langsung menghubungi bengkel langganan atau bengkel terdekat untuk mereparasinya. Dan kita menemukan solusi masalahnya.

Pernahkan Anda membayangkan tentang Penolong lain yang jauh lebih luar biasa dari itu semua? Doraemon dengan kantong ajaibnya? Tentu bukan. Lampu Aladin yang mengeluarkan jin kala digosok dan siap melakukan apapun? Bukan juga. Lalu? Ya, Dialah Roh Kudus yang berdiam di dalam kita, Penolong yang hebat sebagaimana dijanjikan Yesus Kristus bagi kita. Percayakan semua masalah Anda kepadaNya.***
HARD WORKER, BUKAN WORKAHOLIC

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untu manusia.” (Kolose 3:23)

Salah satu ciri profesionalitas adalah bekerja keras (work hard) tanpa menjadi gila kerja (workaholic). Kalau Anda seorang pemimpin, alangkah bahagianya Anda jika memiliki pekerja-pekerja dengan tipe work hard ini. Tanpa Anda minta dengan perintah berulang-ulang, pekerja itu dengan sigap melakukan apa yang menjadi tugasnya. Ia menyelesaikannya bukan hanya tepat waktu, tetapi juga dengan hasil terbaik, bahkan melampaui apa yang diharapkan.

Seorang pekerja keras adalah seseorang yang amat menghargai waktu. Ia mulai bekerja tepat waktu, bekerja memaksimalkan waktu dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang tersedia. Ia sadar betul akan kerugian yang dapat ditimbulkan bagi dirinya sendiri maupun bagi instansi tempatnya bekerja jika tidak menggunakan waktu sebaik-baiknya. Inikah tipe Anda?

Lain lagi dengan tipe pekerja workaholic. Orang model ini mentuhankan pekerjaan. Pekerjaan adalah segala-galanya dan tak tergantikan dengan apapun. Bahkan ia rela mengorbankan apa saja demi pekerjaan. Saking kerasnya bekerja, ia jadi lupa waktu dan kesehatan diabaikan. Keluarga terbengkelai karena seluruh waktunya dialokasikan untuk bekerja. Demikianlah orang yang workaholic telah mengabaikan hubungan sosialnya demi ambisi untuk mendapatkan lebih banyak dari apa yang dikerjakan. Kenyataannya kadang berbicara lain, ia mendapat banyak materi tetapi akan cepat hilang pula untuk membiayai sakit karena gila kerjanya. Tipe yang inikah Anda?

Sahabat, jadikanlah kerja keras sebagai etos kerja kita. Pilihan kita itu akan membawa kita menikmati sukses sejati.***

Thursday, March 05, 2009

INSPIRASI AYAM BOB SADINO

“Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:” (Amsal 6:6)

Siapa tak kenal Bob Sadino? Pengusaha ini amat terkenal karena gaya hidup nyentrik-nya. Ia tak betah berbusana resmi, tetapi kemana-mana selalu bercelana pendek. Konon, rapat dengan anggota dewan pernah dibatalkan gara-gara Bob akan menghadiri undangan rapat itu dengan bercelana pendek.

Tetapi bukan ‘keanehan’ Bob yang satu itu yang akan kita bahas. Kisah suksesnya sebagai seorang enterpreneur-lah yang lebih bermanfaat bagi kita. Bob berprinsip bahwa sebagai suami, ia harus menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kala itu ia tinggal di Belanda dan berpenghasilan lebih kecil dibanding istrinya. Ia pun membawa istrinya, yang bergaji menjanjikan di Belanda, hijrah ke Indonesia dan merintis usaha dari nol. Pria yang gemar berkuda inipun menjadi sopir taksi, bahkan menjadi kuli bangunan pun sempat dilakoni. Taksinya ditabrak orang hingga hancur, sementara dari kuli bangunan ia hanya berpenghasilan Rp. 1000/hari. Mana cukup? Semua usaha itu akhirnya kandas di tengah jalan.

Suatu kali seorang temannya mengajaknya beternak ayam. Dari usaha itu lantas Bob berpikir, “Jika ayam saja bisa memperjuangkan hidup, mencapai target berat badan dan produktif menghasilkan telur, mengapa saya tidak?” Inspirasi itulah yang membuatnya tekun menggeluti usaha yang dikerjakannya. Relasi terus bertambah, usaha kian berkembang. Ia pun berbisnis garam, merica dan juga merambah wilayah agrobisnis. Kini ia menjadi pengusaha terkemuka di tanah air.

Dari banyak pelanggannya, ia belajar untuk mengikis sikap arogan sebagai pengusaha, sebaliknya ia terus belajar untuk menjadi pelayan bagi customer. Ia mengubah feodalisme menjadi servanthood. Jika kita ingin mengekor kesuksesan Bob, sahabat, ketekunan dan kerelaan melayani adalah kuncinya. Mari kita kembangkan dua sikap ini sebagai kebiasaan hidup kita untuk melangkah menuju sukses. [JP]
URAPAN PENGAJARAN

“Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana penurapan-Nya mengajar kamu…, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.” (1 Yohanes 2:27)

Banyak orang menafsirkan teks di atas secara keliru. Mereka berpikir bahwa seseorang tidak perlu mendapat pendidikan teologi karena Roh Kuduslah yang akan langsung mengajar setiap orang dengan firman-Nya. Orang Kristen tak perlu repot-repot diajar oleh orang lain. Menurut saya, pemahaman tersebut kurang tepat.

Apa yang ditulis Rasul Yohanes dalam bagian ini bukan merupakan larangan bagi orang percaya untuk belajar dari orang lain. Jelas bahwa dalam konteksnya, rasul yang sangat dekat dengan Tuhan Yesus ini sedang berbicara tentang antikristus, guru-guru palsu dan penyesat. Jadi ketika ia berbicara mengenai ‘orang lain’, jelas bahwa yang dimaksudnya adalah guru-guru atau pengajar-pengajar sesat itu. Pengajaran mereka tidak bisa menggantikan pengajaran dari Yang Kudus, tentu melalui rasul-rasul dan orang-orang yang dipilih-Nya dengan karunia mengajar.

Sebuah situs berita di internet melansir bahwa jumlah aliran sesat yang berkembang di Indonesia berkisar pada jumlah 250. Itupun hanya untuk agama tertentu saja. Belum lagi jika aliran sesat dalam Kristen dimasukkan, jumlahnya pasti akan bertambah. Penyesatan disebarkan melalui berbagai media dan yang paling efektif adalah media tulisan (baca: buku). Secara tidak langsung, buku-buku itu telah ‘mengajar’ setiap pembacanya untuk mengikuti ajaran yang ada di dalamnya. Dalam hal inilah firman Tuhan mengatakan agar kita senantiasa waspada.

Roh Kudus adalah Pribadi Allah sendiri yang berdiam di dalam hidup kita. Salah satu karya-Nya adalah memberi kita urapan pengajaran agar kita memahami kebenaran yang kita terima. Agar kita tak disesatkan, kita memohon-Nya memberi penerangan bathin. Dan satu hal yang tak kalah penting: kita tetap tinggal di dalam Dia. [JP]
BANG-BING-BUNG, YUK KITA NABUNG…

“…ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.” (Amsal 6:8)

Lagu Bing Beng Bang yang digubah Titik Puspa menjadi begitu populer beberapa tahun silam. Penggalan liriknya, “Bing-beng-bang, yuk kita ke bank. Bang-bing-bung, yuk kita nabung. Tang-ting-tung, hei jangan dihitung, tahu-tahu kita nanti dapat untung…” Lagu ini mengajak masyarakat untuk gemar menabung, menyisihkan harta yang dimiliki dan tidak terjebak dalam gaya hidup boros.

Hari-hari ini kami sedang mengajar Jeremy, anak kami yang baru berusia 2 tahun, untuk membiasakan diri menabung. Istri saya membelikannya celengan berbentuk binatang bebek. Setiap ada koin pecahan Rp 500, kami berikan ke Jeremy untuk dimasukkan ke celengan. “Ayo Jer, kasih makan bebeknya,” demikian ujar mamanya sambil mengulurkan beberapa koin kepadanya. Jeremy pun dengan senang memasukkan koin demi koin yang didapatnya.

Jika dihitung, mungkin jumlah akhirnya tidak seberapa. Tetapi menanamkan nilai-nilai itu yang jauh lebih penting. Nilai untuk tidak menghabiskan setiap berkat yang dipercayakan oleh Tuhan, sebaliknya dengan bijak mengelolanya. Menabung tentu saja bukan bentuk ketidakpercayaan akan pemeliharaan Tuhan, tetapi justru untuk mengelola berkat itu dan disesuaikan dengan kebutuhannya.

Penulis Amsal dalam ayat di atas memberi sebuah pembelajaran dari dunia binatang, dalam hal ini semut. Koloni hewan yang acap menjadi simbol makhluk lemah itu justru mencatatkan sebuah petuah bahwa persiapan untuk masa depan adalah sesuatu yang penting. Karena itu, sahabat, bijaksanalah mengelola berkat Allah. Prioritaskan Allah melalui persembahan, membayar apa yang menjadi kebutuhan rutin kita dan tentu saja jangan lupa menabung. Bang-bing-bung, yuk kita nabung… [JP]

Thursday, January 22, 2009

MENCARI JEJAK JEMAAT PONDOK NABI

Senin, 10 November 2003. Matahari yang terik di siang yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu, tak menyurutkan niat hampir 300 jemaat Pondok Nabi untuk menantikan kedatangan Yesus. Mereka yakin bahwa dalam rentang waktu pukul 09.00 – 15.00 hari itu, Tuhan Yesus akan datang menjemput dan membawa mereka ke sorga.

Keyakinan itu sendiri berasal dari pemimpin mereka, Mangapin Sibuea, yang membaiat diri sebagai Rasul Paulus seri II di akhir zaman. Rasul dari Baleendah itu mengaku beberapa kali dapat berkomunikasi dengan Roh Kudus untuk kemudian menerima ‘wangsit’ tentang 10 November 2003 sebagai hari kedatangan Yesus yang kedua kali. Berbekal apa yang disebutnya sebagai ‘penyataan ilahi’ itu, Mangapin kemudian gencar menyebarkan keyakinannya melalui khotbah, buku dan juga rekaman VCD pengajaran. Karena pengajaran yang menyimpang ini, Mangapin ditangkap aparat berwajib dan menghuni hotel prodeo. Tetapi pengajaran dan pemahamannya tak terpenjarakan. Ia bahkan mengirimkan surat-surat dari penjara, layaknya Rasul Paulus. “Dari Rasul Paulus II, kepada jemaat terkasih di Baleendah…” demikian bunyi salah satu pembukaan surat Mangapin yang dipajang di sudut tembok Pondok Nabi.

Alhasil, 280 orang jemaat kemudian datang ke Baleendah yang mereka klaim sebagai Pusat Rasul dan Nabi Dunia. Mereka datang dari berbagai tempat dengan bermacam-macam latar belakang. Ada guru dari Papua, pegawai bank swasta, pegawai pabrik baja terkenal di Cilegon, pelajar sekolah, ibu rumah tangga, bahkan seorang pendeta yang ‘bedol desa’ membawa serta seluruh jemaatnya dari NTT. Keyakinan akan ‘wahyu’ itu semakin mengkristal kala mereka beribadat secara rutin di Pondok Nabi. Banyak orang yang mengaku mendapat penglihatan dan ‘mendengar suara’ tentang tanggal kiamat itu. Dan berhasillah agitasi dan indoktrinasi yang dijalankan Mangapin. Apalagi ketika dibumbui dengan ancaman kutuk dan laknat bagi orang-orang yang tidak memercayainya.

Sejarah kemudian mencatat bahwa pengaharapan mereka akan kedatangan Kristus kedua kali adalah pengharapan kosong. Mereka tak diangkat, Tuhan tak datang. Dalam kondisi kelelahan karena berpuasa beberapa hari, dengan tatapan mata kosong mereka dibawa ke sebuah gereja di tengah kota untuk diamankan. Sebagian dari mereka histeris dan meminta waktu untuk menunggu Yesus datang hingga jam 12 tengah malam. Beberapa orang diantara mereka meracau dan berteriak bak orang kesurupan. Sebagian lagi malah sudah lebih dulu dijemput keluarga dari luar Bandung. Jemaat Pondok Nabi yang tersisa kemudian dikumpulkan di sebuah tempat retreat di Bandung Timur untuk dibina sebelum akhirnya dipulangkan ke daerah asal mereka masing-masing.

Sesudah lima tahun berlalu, kini entah di mana mereka berada. Ketika saya berusaha mencari jejaknya, hasilnya nihil. Pondok Nabi yang dulu bangunannya menyerupai bahtera nuh, kini berubah bentuk dan beralih fungsi menjadi gudang. Masyarakat setempat segera menolak kehadiran mereka sesaat setelah peristiwa 10 November 2003 silam. “Sejak waktu itu sudah tidak ada kegiatan lagi. Sudah tidak ada yang nyanyi-nyanyi lagi,” papar seorang tukang Mie Ayam yang berjualan tak jauh dari lokasi. Beberapa orang yang dihubungi untuk dimintai keterangan tentang keberadaan mantan jemaat Pondok Nabi menjawab seragam, “Wah, sudah ngga tau pada ke mana tuh…”

‘Nubuat’ tak tergenapi tentang kedatangan Yesus kedua kali memang seperti sejarah yang berulang. Kala sebuah tanggal disebut dan dipublikasikan, selalu saja ada orang-orang yang percaya dan mengikutinya. Tetapi mudah-mudahan ini kasus yang terakhir karena pemahaman umat yang semakin cerdas dalam menyikapi dan membaca tanda-tanda zaman.*** (joko)

Sunday, January 18, 2009

DIUBAH OLEH KUASA KEBANGKITAN-NYA

“Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” (1 Korintus 15:17)

Kebangkitan Kristus dari antara orang mati adalah pusat kekristenan. Realitas inilah yang ditangkap Paulus ketika ia mengatakan, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kita...” Apa yang dikatakan Paulus ini adalah refleksi dari kehidupannya secara nyata. Tadinya, rasul dari Tarsus ini adalah aktivis penganiayaan gereja. Tetapi sejak peristiwa di jalan menuju Damsyik itu (Kis 9), kehidupannya berubah total. Ia kemudian menyerahkan hidupnya untuk melayani Pribadi Agung yang mengubah hidupnya itu.

Adalah Thomas Kafiar, seorang pria yang bermasa lalu kelam. Sepanjang hidupnya sebelum bertemu Kristus, ia pernah menjalin hubungan khusus dengan 35 orang wanita. 15 wanita di antaranya pernah ditiduri hingga mengalami kehamilan dan kemudian melakukan aborsi. Ia tidak pernah merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya itu. Hati nuraninya telah menjadi tumpul. Tak cukup dengan satu isteri, Thomas pun menikahi empat orang wanita lain.

Apa yang dialami Thomas diakuinya berasal dari ilmu hitam yang dipegangnya. “Sejak saya diisi ‘ilmu’ itu, kebutuhan biologis saya semakin tinggi,” paparnya. Tak heran jika kemudian dia menjadi pria petualang yang menaklukkan banyak wanita. Bagi banyak orang, kondisi ini sudah tentu sulit dipulihkan. Bahkan Thomas pun sudah tidak melihat adanya harapan untuk ‘kesembuhan’nya.

Rosita, isteri kelimanya yang membalikkan keadaan. Ia mencoba menjadi isteri yang sabar dan mulai mendoakan Thomas. Dan suatu kali kuasa Tuhan bekerja melalui sebuah khotbah tentang suami yang bertanggung jawab. Sejak itu muncul kegelisahan dalam dirinya yang akhirnya mengantarkannya untuk bertobat. Ia melepaskan semua ilmu gelapnya dan mengalami hidup baru dalam Kristus. [JP]
TANDA KEDEWASAAN ROHANI

“...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus...” (Efesus 4:13)

Gereja-gereja yang berada di kota besar pasti hafal betul dengan fenomena orang Kristen yang menjadi anggota ‘GKJJ’. Tentu saja ini bukan sebuah denominasi baru. Maksud dari akronim itu adalah ‘Gereja Kristen Jalan-Jalan’ alias orang Kristen yang tidak punya tempat ibadah menetap sebagai keluarga rohani. Hal ini bisa terjadi lantaran tipisnya komitmen berjemaat yang dimiliki orang percaya.

Seorang jemaat pernah melontarkan pendapat, “Kita ini jangan terlalu aktif dan berkomitmen di satu gereja lah... Yang wajar-wajar saja. Nanti kalau terlalu aktif malah repot. Diminta jadi pengurus lah, dimintai sumbangan lah, banyak lagi yang lain...” Persoalan ini memang tidak sesederhana yang kita bayangkan dan berkaitan dengan banyak hal (kompleks).

Rupanya perspektif jemaat terhadap gereja memang masih beragam. Ada yang menganggapnya sebagai semacam ‘bioskop rohani’ yang menjadi hiburan dan penawar hati yang penat. Itu sebabnya penganut aliran ini sering mencela kalau ibadah tidak berjalan mulus. “Ah, pujiannya ngga ngangkat,” begitu ujarnya. Ada juga yang menganggapnya sebagai tempat nan suci dan tak terjamah, sehingga kadang-kadang ke gereja hanya jika merasa benar-benar siap dan ‘suci.’ Tetapi ada juga yang memandang gereja sebagai sebuah keluarga. Jika yang terakhir ini dipilih, maka biasanya orang akan belajar untuk berkomitmen. Baik atau buruk, yang namanya keluarga, ya harus diterima dengan dada lapang.

Komitmen untuk tertanam di gereja lokal adalah salah satu tanda kedewasaan rohani. Sebagai anggota keluarga kita belajar untuk memberikan yang terbaik bagi gereja lokal, tempat dimana kita mengekspresikan diri untuk berbakti. [JP]