HUJAN ES
Sejak bermukim di Bandung hampir delapan tahun lalu, ini hujan es keempat yang pernah kulihat. Sepulang gereja, aku dan Fenty menyusuri Jl. Statsion Selatan, Viaduct, Braga dan tembus ke Lembong. Mendung memang sudah menggantung di langit Bandung.
Sampai di samping Grand Preanger, gerimis jatuh. Lalu disusul suara-suara seperti lemparan kerikil di atap mobil gereja yang kukemudikan. "Kayanya hujan es nih. Tuh liat butiran-butiran putih berjatuhan," kata Fenty sambil mencoba menengadah.
Sampai di Jl. Lengkong Besar hujan es berhenti diganti dengan hujan lebat yang mengguyur disertai angin. Ketakutan akan pohon tumbang lalu menghinggapi. Maklum, di sepanjang Lengkong banyak pohon besar di sisi jalan. Herannya, mobil-mobil di depanku malah melambatkan lajunya. Kecemasan menghilang begitu berbelok ke Jl. Pungkur. Tak lama kami sampai di asrama.
Baru saja turun dari mobil, hujan kembali menggila. Derasnya minta ampun dan kali ini kembali disertai tiupan angin kencang. Sejurus kemudian butiran-butiran es kembali menghujam dari langit. Kanopi asrama yang kutinggali bolong-bolong dihajar es batu. Apalagi yang di lantai dua karena plastiknya lebih tipis.
Jeremy tampak ketakutan. Erat-erat ia peluk mamanya. Anak sekecil itu sudah punya ekspresi ketakutan juga rupanya. Kucoba kutenangkan dan tampaknya berhasil. Listrik sementara aku padamkan, takut terjadi konsleting.
Ehmmm... manusia itu kecil! Kalau sudah berhadapan dengan alam, ia tak mampu berbuat banyak. Apalagi kalau sudah berhadapan dengan Sang Pencipta alam...
No comments:
Post a Comment