MURID SEJATI
Hubungan kita dengan Allah memang digambarkan dengan berbagai macam analogi di dalam Alkitab. Ada hubungan Bapa-Anak, Tuan-Hamba, Guru-Murid, dan juga hubungan persahabatan. Masing-masing gambaran hubungan memiliki penekanannya masing-masing. Hubungan Bapa-Anak misalnya, memberi penjelasan tentang dalamnya relasi kita dengan Tuhan. Kita yang berdosa dan layak dimurkai, malah diangkat dan dianggap layak menjadi anak-anak-Nya. Relasi Tuan-Hamba adalah pelajaran berharga tentang pelayanan yang harus kita berika kepada Allah.
Bagaimana dengan hubungan Guru-Murid? Kebenaran mendasar yang ingin ditegaskan di sini adalah bagaimana kita sebagai murid bisa mencapai keserupaan dengan Sang Guru Agung itu. Jika demikian, menjadi murid adalah sebuah perjalanan hingga kita benar-benar sampai pada titik di mana Sang Guru menganggap kita layak ‘diwisuda’ dan menerima 'gelar’ serupa dengan Dia. Apa panggilan seorang murid sejati?
MEMIKUL KUK
Ada dua lambang penyerahan diri dalam kekristenan: salib dan kuk. Kuk melambangkan sebuah penyerahan diri terhadap ‘aturan’ atau ‘ketentuan’ yang ditetapkan. Pada kerbau atau sapi yang digunakan untuk membajak, kuk adalah beban pengatur agar mendapat hasil bajakan yang prima. Demikian juga dengan kemuridan kita di hadapan Tuhan. Kristus sendiri telah menentukan bahwa sebagai murid, kita harus mau memikul kuk-Nya. Semua itu bukan untuk memberatkan kita, tetapi untuk mengarahkan kita kepada tujuan yang tepat.
MERENDAHKAN DIRI
Bagi murid sejati, tidak ada tempat sedikitpun untuk kesombongan di relung hidupnya. Seorang murid akan menundukkan diri sepenuhnya kepada Gurunya. Segala keinginan dan kehendak ditundukkan kepada otoritas Sang guru. Kalau seorang murid memiliki kemampuan tertentu, sumbernya jelas bukan dari dirinya sendiri. Sebaliknya, hal itu adalah karena Sang Guru telah mengajarkannya.
Inilah panggilan kita sebagai murid sejati. Menjalani sebuah proses dan menjalani serangkaian disiplin agar Sang Guru berkenan kepada kita.*** (joko prihanto)
No comments:
Post a Comment