BEKERJA DENGAN CINTA
Bekerja adalah cinta yang mengejawantah. Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, maka baiklah engkau meninggalkannya, kemudian duduk di depan gapura candi, dan meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan cinta. (Kahlil Gibran)
Kalimat di atas adalah penggalan syair yang ditulis Kahlil Gibran, seorang penyair kenamaan dari Libanon dalam salah satu karya fenomenalnya, ‘Sang Nabi’. Syair itu mengisyaratkan bahwa pekerjaan adalah aktivitas yang harus dijalani dengan rasa cinta. Bahkan, pekerjaan adalah perwujudan dari rasa cinta itu sendiri.
BEKERJA; HAKIKAT HIDUP MANUSIA
Sebagian orang menganggap bahwa bekerja adalah kutuk yang ditimpakan kepada manusia karena dosanya. Jika tidak ada dosa dalam sejarah manusia, pastilah pekerjaan tak diperlukan. Segala kebutuhan akan datang dengan sendirinya bagi manusia yang hidup dan tinggal di Eden. Benarkah? Kejadian 2:15 menegaskan sebuah fakta yang berbeda. Bekerja adalah sesuatu yang telah diamanatkan Allah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Kata “mengusahakan” dan “memelihara” taman dipakai Allah untuk memberi mandat bagi manusia yang diciptakan-Nya.
Memang sesudah peristiwa kejatuhan ada kutuk yang ditimpakan berkaitan dengan pekerjaan. Tuhan berkata bahwa, “Dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu… Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu…” (Kej. 3:17, 19). Tetapi ini bukan petunjuk bahwa pekerjaan baru dimulai sesudah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Intinya, Allah menciptakan manusia untuk bekerja, bukan untuk menganggur dan santai berpangku tangan.
MENCINTAI PEKERJAAN
Jika bekerja adalah hakikat hidup, apa yang kemudian kita harus lakukan terhadapnya? ‘Love what you do and do what you love’ pantas menjadi slogan kita dalam menjalani pekerjaan. Hanya cinta yang akan menggerakkan kita untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaan. Kasih sebagai dasar terhadap apa yang kita kerjakan jangan pernah digeser oleh niat sekedar mencari sesuap nasi atau bahkan kerakusan untuk menguasai lebih banyak materi.
Kasih di sini juga tidak sedang bermaksud mengedepankan perasaan. Dalam kekristenan, kasih adalah sebuah komitmen. Cinta adalah sebuah keputusan, entah enak atau tidak rasanya. Kedewasaan kita dalam kasih itu kemudian diukur dari tanggung jawab kita terhadap mempertahankan komitmen. Dan dalam konteks ini, seberapa bertanggung jawabkah kita terhadap apa yang kita kerjakan?
MENJADI TERANG DI DUNIA KERJA
Bagi kaum opportunis, pekerjaan adalah kesempatan mengeruk keuntungan semata. Bagi laki-laki kebanyakan, pekerjaan adalah sarana mempertahankan gengsi. Bagi si pemalas, pekerjaan adalah hantu menakutkan. Lalu bagi orang Kristen? Jika panggilan ‘jangan menjadi serupa dengan dunia ini’ dipahami dengan jelas, bekerja adalah sebuah kesempatan emas untuk mengaktualisasikan diri sebagai pelita. Ada tuntutan untuk menghidupi nilai-nilai luhur yang diteladankan Yesus. Jika dunia bekerja dengan culas, kekristenan wajib hadir dengan integritas. Bila dunia mengajarkan tentang bekerja sekenanya, ‘excellent service’lah yang harus dibawa orang percaya. Itu baru namanya berbeda. Dengan cara demikian, terang kita makin berpendar menyingkirkan kegelapan.*** [JP]
No comments:
Post a Comment