“Demikian juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” (1 Petrus 3:7)
Menurut UU No. 23 tahun 2004, yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah “perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” Menurut sebuah survey, kasus kekerasan dalam rumah tangga memang terus merangkak naik angkanya dari tahun ke tahun. Apakah hal itu terjadi dalam rumah tangga Kristen? Meski tak dapat dipastikan jumlahnya, tentu saja hal itu terjadi dalam keluarga Kristen.

Sahabat, menurut Petrus istri adalah ‘teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan.’ Sejak awal, Alkitab tidak pernah memosisikan istri sebagai ‘sparing partner’ dalam bertinju. Ia tidak dihadirkan di dalam rumah tangga untuk dianiaya, melainkan untuk dihormati sebagai kaum yang lebih lemah.
Karena itu jika suami tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, alasan utamanya bukan karena takut terjerat undang-undang. Tetapi karena ketaatan kepada perintah Allah melalui firman-Nya. Bukankah begitu? [JP]
No comments:
Post a Comment