MENGENANG MASA KECIL
Masa kecil adalah keniscayaan dalam perjalanan hidup seseorang. Mengenangnya kembali membuncahkan rasa yang... gimana gitu... Ada getir, lucu, tak sedikit keindahan bahkan olok-olok yang memberi kesempatan kembali untuk berkaca dan menatap masa depan. Sepanjang yang saya ingat, beberapa hal ini identik dan menjadi bagian masa kecil saya...
1. SEPAK BOLA (Jawa: bal-balan). Yang satu ini harus diletakkan di posisi pertama, hehe... Entah bagaimana asalnya, saya jadi amat menggemari bola. Halaman kantor kecamatan Sedayu menjadi tempat biasa saya merumput dengan kawan-kawan setiap sore. Ada Totok, Yanto, Sugiharto, Mas Bowo, Hendri, Ari, Agung, Wahyu dan Ruseno.
2. RENANG (Jawa: adus kali). Tidak ada kolam renang di kampung saya. Jadi jangan membayangkan kolam dengan air jernih dan menyegarkan. Kolam renang terdekat di Umbang Tirto (Kridosono) berjarak 15 km. Karena tidak mungkin berenang di sana, jadilah kali di belakang rumah menjadi medianya. Aktifitas favorit sambil mandi di kali adalah memandikan kerbau Pakdhe Karto, 'polo air' ala cah ndeso atau lomba bertahan tak bernafas di dalam air. Tidak jarang pohon pisang liar di pinggir kali kami jadikan rakit dan kemudian menaikinya dengan berlagak Joko Tarub.
3. KETAPEL (Jawa: plintheng). Ini adalah salah satu jenis alutsista wajib yang dimiliki bocah kecil di kampung saya. Selain untuk berburu burung, bisa juga dipake nyolong mangga tetangga. Pelurunya dari kerikil-kerikil kecil yang mudah didapati di kali atau pinggiran jalan desa. Kebanyakan ketapel kami terbuat dari dahan pohon jambu yang berbentuk huruf 'Y', atau bisa juga dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa. Dilengkapi dengan karet pentil dan juga kulit potongan sepatu usang yang tak terpakai.
4. LAYANG-LAYANG (Jawa: layangan). Saya pantas berbangga sedikit untuk yang satu ini. Layang-layang saya hampir tidak pernah kalah diadu dengan milik teman saya. Rahasianya: benang gelasan yang saya miliki made in Kadipiro yang terkenal. Jadi, meski lawan-lawan bermain layangan menggunakan senar sekalipun, layangan saya jarang terkalahkan. Pematang sawah di pinggir kampung menjadi tempat bermain layang-layang yang menyenangkan.
5. ES PUTER (Jawa: es thong-thong). Hampir tidak ada jajanan yang berkeliling di kampung kami kecuali es puter ini. Waktu itu harganya Rp. 25,- jika menggunakan sempe, atau Rp 50,- dengan roti tawar tipis. Saya ingat Suryadi kalau membicarakan es puter. Tetangga sebelah rumah ini suka licik menghabiskan es puternya lebih dulu, lalu meminta sedikit demi sedikit dari es milik teman-temannya yang masih tersisa.
6. MAIN SEPEDA (Jawa: pit-pitan). Saya dan Mas Bowo, sepupu saya, punya sepeda BMX kembar kala itu. Kalau berkesempatan naik sepeda bersama, kami sering berlagak seperti film seri CHIP's di TVRI. Meski tak terlalu jago, tapi bisa juga saya melakukan jumping atau standing waktu bersepeda. Yuli Subagyo, teman SD saya, malah bikin track balap sederhana di samping rumahnya di pinggir kali. Lintasan yang mengitari pepohonan jambu itu tanpa aspal, tetapi asli tanah. Sesudah main sepeda bisa langsung mandi di kali.
No comments:
Post a Comment