YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
YB Mangunwijaya adalah sosok pastor fenomenal yang pernah dimiliki umat Katholik di Indonesia. Tapi, rohaniwan yang menulis roman “Burung-burung Manyar” itu bukan hanya milik umat Katholik. Ia telah menjadi milik semua golongan karena pelayanan sosial yang dilakukannya tanpa pandang bulu.
Ia mendirikan sekolah dasar murah di bilangan Kalasan, Jogjakarta. Dengan itu orang-orang miskin bisa mengerti bagaimana rasanya sekolah. Ia mengubah wajah bantaran kali Code yang kumuh menjadi kawasan layak huni. Sebelumnya, wilayah pinggir kali itu tak ubahnya tempat pembuangan sampah yang kotor dan rentan wabah penyakit. Ia juga yang membela orang-orang lemah di Kedung Ombo ketika hak atas tanah mereka dirampas oleh pemerintah Orde Baru yang rakus. Singkatnya, ia adalah figur yang ‘memanusiakan manusia.’
Karena itu waktu Romo Mangun, demikian ia biasa dipanggil, tutup usia; ribuan orang berdiri di pinggir jalan untuk memberi penghormatan terakhir di jalanan kota Jogjakarta. Pastor kelahiran Ambarawa ini telah menunjukkan keberpihakannya kepada orang-orang lemah dan tertindas, meneladani Yesus yang dipercayainya dalam hidupnya. Belas kasihan Yesus yang ditunjukkan-Nya bagi orang-orang miskin, telah menginspirasinya untuk berbuat sesuatu bagi kemaslahatan orang banyak. Hidupnya berguna bukan hanya bagi orang seagama, tetapi bagi sesamanya manusia.
Sahabat, kita bisa melihat sebuah kehidupan yang digerakkan oleh belas kasihan dalam diri Romo Mangun. Di tengah-tengah lingkungan dengan tingkat egoisme yang tinggi, kisah hidupnya bak oase di padang pasir yang amat menyejukkan. Apakah dengan cara pandang yang sama kita melihat orang-orang di sekitar kita? Apakah kesan orang terhadap kita ketika kita dipanggil Tuhan pada saatnya nanti?
Kerinduan kita adalah agar hidup kita berguna bagi semua orang, memberkati semua orang. Dan itu hanya bisa terjadi kalau di dalam hati kita melimpah dengan belas kasihan Yesus. [JP]
YB Mangunwijaya adalah sosok pastor fenomenal yang pernah dimiliki umat Katholik di Indonesia. Tapi, rohaniwan yang menulis roman “Burung-burung Manyar” itu bukan hanya milik umat Katholik. Ia telah menjadi milik semua golongan karena pelayanan sosial yang dilakukannya tanpa pandang bulu.
Ia mendirikan sekolah dasar murah di bilangan Kalasan, Jogjakarta. Dengan itu orang-orang miskin bisa mengerti bagaimana rasanya sekolah. Ia mengubah wajah bantaran kali Code yang kumuh menjadi kawasan layak huni. Sebelumnya, wilayah pinggir kali itu tak ubahnya tempat pembuangan sampah yang kotor dan rentan wabah penyakit. Ia juga yang membela orang-orang lemah di Kedung Ombo ketika hak atas tanah mereka dirampas oleh pemerintah Orde Baru yang rakus. Singkatnya, ia adalah figur yang ‘memanusiakan manusia.’
Karena itu waktu Romo Mangun, demikian ia biasa dipanggil, tutup usia; ribuan orang berdiri di pinggir jalan untuk memberi penghormatan terakhir di jalanan kota Jogjakarta. Pastor kelahiran Ambarawa ini telah menunjukkan keberpihakannya kepada orang-orang lemah dan tertindas, meneladani Yesus yang dipercayainya dalam hidupnya. Belas kasihan Yesus yang ditunjukkan-Nya bagi orang-orang miskin, telah menginspirasinya untuk berbuat sesuatu bagi kemaslahatan orang banyak. Hidupnya berguna bukan hanya bagi orang seagama, tetapi bagi sesamanya manusia.
Sahabat, kita bisa melihat sebuah kehidupan yang digerakkan oleh belas kasihan dalam diri Romo Mangun. Di tengah-tengah lingkungan dengan tingkat egoisme yang tinggi, kisah hidupnya bak oase di padang pasir yang amat menyejukkan. Apakah dengan cara pandang yang sama kita melihat orang-orang di sekitar kita? Apakah kesan orang terhadap kita ketika kita dipanggil Tuhan pada saatnya nanti?
Kerinduan kita adalah agar hidup kita berguna bagi semua orang, memberkati semua orang. Dan itu hanya bisa terjadi kalau di dalam hati kita melimpah dengan belas kasihan Yesus. [JP]
No comments:
Post a Comment