Untunglah Lukas Podolsky dan Guus Hiddink bukan orang Jawa. Andai saja mereka pekewuh dengan bangsanya sendiri, belum tentu Jerman bisa mengalahkan Polandia dan Rusia bisa membantai Belanda di Euro 2008 ini. Dalam hemat saya, mereka berdua telah memainkan dengan cantik peran mereka meski dibelit tuntutan mengedepankan nasionalisme.
Podolsky yang keturunan Polandia tidak pekewuh untuk melesakkan dua gol ke gawang Polandia saat pertandingan pertama dilakoni Jerman di turnamen ini. Mungkin sikap tanpa ekspresi yang ditunjukkan sesaat setelah mencetak gol adalah sebuah 'permohonan maaf'? Kita tidak tahu persis. Guus Hiddink bahkan sudah memukul genderang perang sesaat sebelum Rusia menantang Belanda di perempat final. Ia berujar, "Saya ingin menjadi pengkhianat terbesar Belanda tahun ini." Dan ucapannya itu ia buktikan ketika pasukannya melibas De Oranje 3-1. Sementara pasukan Van Basten tertunduk malu, Hiddink malah asyik berjingkrak dengan squad Rusia.
Menjalani kehidupan ini memang tidak semudah yang dibayangkan. Kadang-kadang kita dibawa pada sebuah posisi dilematis dan pada saat yang sama kita harus menyatakan keberpihakan kita. Kondisi ini lantas melahirkan pameo, "Seperti makan buah simalakama." Tetapi sebagaimana Hiddink dan Podolsky mengambil sebuah keputusan, demikian pula kita akan melakukannya. Ya, suka atau tidak suka...
No comments:
Post a Comment