INSPIRASI AYAM BOB SADINO
“Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:” (Amsal 6:6)
Siapa tak kenal Bob Sadino? Pengusaha ini amat terkenal karena gaya hidup nyentrik-nya. Ia tak betah berbusana resmi, tetapi kemana-mana selalu bercelana pendek. Konon, rapat dengan anggota dewan pernah dibatalkan gara-gara Bob akan menghadiri undangan rapat itu dengan bercelana pendek.
Tetapi bukan ‘keanehan’ Bob yang satu itu yang akan kita bahas. Kisah suksesnya sebagai seorang enterpreneur-lah yang lebih bermanfaat bagi kita. Bob berprinsip bahwa sebagai suami, ia harus menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kala itu ia tinggal di Belanda dan berpenghasilan lebih kecil dibanding istrinya. Ia pun membawa istrinya, yang bergaji menjanjikan di Belanda, hijrah ke Indonesia dan merintis usaha dari nol. Pria yang gemar berkuda inipun menjadi sopir taksi, bahkan menjadi kuli bangunan pun sempat dilakoni. Taksinya ditabrak orang hingga hancur, sementara dari kuli bangunan ia hanya berpenghasilan Rp. 1000/hari. Mana cukup? Semua usaha itu akhirnya kandas di tengah jalan.
Suatu kali seorang temannya mengajaknya beternak ayam. Dari usaha itu lantas Bob berpikir, “Jika ayam saja bisa memperjuangkan hidup, mencapai target berat badan dan produktif menghasilkan telur, mengapa saya tidak?” Inspirasi itulah yang membuatnya tekun menggeluti usaha yang dikerjakannya. Relasi terus bertambah, usaha kian berkembang. Ia pun berbisnis garam, merica dan juga merambah wilayah agrobisnis. Kini ia menjadi pengusaha terkemuka di tanah air.
Dari banyak pelanggannya, ia belajar untuk mengikis sikap arogan sebagai pengusaha, sebaliknya ia terus belajar untuk menjadi pelayan bagi customer. Ia mengubah feodalisme menjadi servanthood. Jika kita ingin mengekor kesuksesan Bob, sahabat, ketekunan dan kerelaan melayani adalah kuncinya. Mari kita kembangkan dua sikap ini sebagai kebiasaan hidup kita untuk melangkah menuju sukses. [JP]
“Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:” (Amsal 6:6)
Siapa tak kenal Bob Sadino? Pengusaha ini amat terkenal karena gaya hidup nyentrik-nya. Ia tak betah berbusana resmi, tetapi kemana-mana selalu bercelana pendek. Konon, rapat dengan anggota dewan pernah dibatalkan gara-gara Bob akan menghadiri undangan rapat itu dengan bercelana pendek.
Tetapi bukan ‘keanehan’ Bob yang satu itu yang akan kita bahas. Kisah suksesnya sebagai seorang enterpreneur-lah yang lebih bermanfaat bagi kita. Bob berprinsip bahwa sebagai suami, ia harus menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kala itu ia tinggal di Belanda dan berpenghasilan lebih kecil dibanding istrinya. Ia pun membawa istrinya, yang bergaji menjanjikan di Belanda, hijrah ke Indonesia dan merintis usaha dari nol. Pria yang gemar berkuda inipun menjadi sopir taksi, bahkan menjadi kuli bangunan pun sempat dilakoni. Taksinya ditabrak orang hingga hancur, sementara dari kuli bangunan ia hanya berpenghasilan Rp. 1000/hari. Mana cukup? Semua usaha itu akhirnya kandas di tengah jalan.
Suatu kali seorang temannya mengajaknya beternak ayam. Dari usaha itu lantas Bob berpikir, “Jika ayam saja bisa memperjuangkan hidup, mencapai target berat badan dan produktif menghasilkan telur, mengapa saya tidak?” Inspirasi itulah yang membuatnya tekun menggeluti usaha yang dikerjakannya. Relasi terus bertambah, usaha kian berkembang. Ia pun berbisnis garam, merica dan juga merambah wilayah agrobisnis. Kini ia menjadi pengusaha terkemuka di tanah air.
Dari banyak pelanggannya, ia belajar untuk mengikis sikap arogan sebagai pengusaha, sebaliknya ia terus belajar untuk menjadi pelayan bagi customer. Ia mengubah feodalisme menjadi servanthood. Jika kita ingin mengekor kesuksesan Bob, sahabat, ketekunan dan kerelaan melayani adalah kuncinya. Mari kita kembangkan dua sikap ini sebagai kebiasaan hidup kita untuk melangkah menuju sukses. [JP]
No comments:
Post a Comment