Thursday, January 22, 2009

MENCARI JEJAK JEMAAT PONDOK NABI

Senin, 10 November 2003. Matahari yang terik di siang yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan itu, tak menyurutkan niat hampir 300 jemaat Pondok Nabi untuk menantikan kedatangan Yesus. Mereka yakin bahwa dalam rentang waktu pukul 09.00 – 15.00 hari itu, Tuhan Yesus akan datang menjemput dan membawa mereka ke sorga.

Keyakinan itu sendiri berasal dari pemimpin mereka, Mangapin Sibuea, yang membaiat diri sebagai Rasul Paulus seri II di akhir zaman. Rasul dari Baleendah itu mengaku beberapa kali dapat berkomunikasi dengan Roh Kudus untuk kemudian menerima ‘wangsit’ tentang 10 November 2003 sebagai hari kedatangan Yesus yang kedua kali. Berbekal apa yang disebutnya sebagai ‘penyataan ilahi’ itu, Mangapin kemudian gencar menyebarkan keyakinannya melalui khotbah, buku dan juga rekaman VCD pengajaran. Karena pengajaran yang menyimpang ini, Mangapin ditangkap aparat berwajib dan menghuni hotel prodeo. Tetapi pengajaran dan pemahamannya tak terpenjarakan. Ia bahkan mengirimkan surat-surat dari penjara, layaknya Rasul Paulus. “Dari Rasul Paulus II, kepada jemaat terkasih di Baleendah…” demikian bunyi salah satu pembukaan surat Mangapin yang dipajang di sudut tembok Pondok Nabi.

Alhasil, 280 orang jemaat kemudian datang ke Baleendah yang mereka klaim sebagai Pusat Rasul dan Nabi Dunia. Mereka datang dari berbagai tempat dengan bermacam-macam latar belakang. Ada guru dari Papua, pegawai bank swasta, pegawai pabrik baja terkenal di Cilegon, pelajar sekolah, ibu rumah tangga, bahkan seorang pendeta yang ‘bedol desa’ membawa serta seluruh jemaatnya dari NTT. Keyakinan akan ‘wahyu’ itu semakin mengkristal kala mereka beribadat secara rutin di Pondok Nabi. Banyak orang yang mengaku mendapat penglihatan dan ‘mendengar suara’ tentang tanggal kiamat itu. Dan berhasillah agitasi dan indoktrinasi yang dijalankan Mangapin. Apalagi ketika dibumbui dengan ancaman kutuk dan laknat bagi orang-orang yang tidak memercayainya.

Sejarah kemudian mencatat bahwa pengaharapan mereka akan kedatangan Kristus kedua kali adalah pengharapan kosong. Mereka tak diangkat, Tuhan tak datang. Dalam kondisi kelelahan karena berpuasa beberapa hari, dengan tatapan mata kosong mereka dibawa ke sebuah gereja di tengah kota untuk diamankan. Sebagian dari mereka histeris dan meminta waktu untuk menunggu Yesus datang hingga jam 12 tengah malam. Beberapa orang diantara mereka meracau dan berteriak bak orang kesurupan. Sebagian lagi malah sudah lebih dulu dijemput keluarga dari luar Bandung. Jemaat Pondok Nabi yang tersisa kemudian dikumpulkan di sebuah tempat retreat di Bandung Timur untuk dibina sebelum akhirnya dipulangkan ke daerah asal mereka masing-masing.

Sesudah lima tahun berlalu, kini entah di mana mereka berada. Ketika saya berusaha mencari jejaknya, hasilnya nihil. Pondok Nabi yang dulu bangunannya menyerupai bahtera nuh, kini berubah bentuk dan beralih fungsi menjadi gudang. Masyarakat setempat segera menolak kehadiran mereka sesaat setelah peristiwa 10 November 2003 silam. “Sejak waktu itu sudah tidak ada kegiatan lagi. Sudah tidak ada yang nyanyi-nyanyi lagi,” papar seorang tukang Mie Ayam yang berjualan tak jauh dari lokasi. Beberapa orang yang dihubungi untuk dimintai keterangan tentang keberadaan mantan jemaat Pondok Nabi menjawab seragam, “Wah, sudah ngga tau pada ke mana tuh…”

‘Nubuat’ tak tergenapi tentang kedatangan Yesus kedua kali memang seperti sejarah yang berulang. Kala sebuah tanggal disebut dan dipublikasikan, selalu saja ada orang-orang yang percaya dan mengikutinya. Tetapi mudah-mudahan ini kasus yang terakhir karena pemahaman umat yang semakin cerdas dalam menyikapi dan membaca tanda-tanda zaman.*** (joko)

No comments: