Pdt. Dr. Barnabas Ong
TERANGNYA BERSINAR DI NEGERI ORANG
”Kita tidak dipanggil untuk menjadi terang di Kecamatan! Kita dipanggil menjadi saksi sampai ke ujung bumi, ke seluruh dunia,” papar Pdt. Barnabas dalam sebuah khotbahnya. Panggilan utama orang Kristen untuk bangkit dan bersinar ini memang berulangkali ditekankannya. Tak heran kalau ia berkesempatan untuk melanglang buana ke empat benua untuk memberitakan Injil.
Kini, ia menetap di negeri Kangguru, Australia, juga dengan kerinduan yang sama: agar Injil sampai kepada semua bangsa. Hal itu didasari pada keyakinan bahwa panggilan Kristus adalah memberkati dunia secara global. Globalisasi ternyata merupakan panggilan Kristus sejak dari mulanya. Orang Kristen yang berada di luar negeri merasa yakin bahwa keberadaannya di luar tanah air haruslah menjadi berkat.
Bahkan misi Indonesia di Australia sudah menetapkan sasaran-saran yang jelas. Pertama, mereka harus memberitakan Injil kepada orang-orang Indonesia yang tinggal di Australia. Kedua, Injil harus diberitakan kepada masyarakat pendatang di Australia. Ketiga, yang paling penting dari semuanya adalah memenangkan bangsa Australia.
Meski memiliki keterbatasan fisik dalam penglihatan, Dr. Barnabas tak pernah surut untuk tetap memberitakan Injil. Ia bertekad bahwa cacat fisik bukan halangan untuk terus maju. Dengan tekadnya pula ia kemudian merintis sebuah wadah pendidikan teologi di negeri orang Aborigin itu. Maka berdirilah Indonesian Mission Institute (IMI) atas kerja sama dengan Allan Walkers College of Evangelism (Sydney) dan Sekolah tinggi Teologi Kharisma (Bandung). Melalui lembaga ini diharapkan pemimpin-pemimpin gereja Indonesia di Australia akan lebih mantap bertumbuh dan berkembang dalam penginjilan. Dan harapan menghasilkan pemimpin itu menjadi kenyataan ketika pada bulan Oktober 2002, IMI dan STT Kharisma telah berhasil mengadakan wisuda yang pertama. Ada enam mahasiswa yang mencapai gelar Master of Arts (MA) dan lima mahasiswa Diploma Teologi.
Tak mudah memimpin jemaat di luar negeri. Dr. Barnabas mencatat beberapa syarat khusus seperti mampu berbahasa Inggris, mengenal budaya setempat, kuat dalam kepemimpinan dan semangat dalam penginjilan. Hal inilah yang dilakoni dan diajarkannya kepada mahasiswanya.
Demikianlah Dr. Barnabas menghidupi panggilannya di negeri Darlene Zschech ini. Ia, paling tidak, telah mematahkan asumsi bahwa Injil adalah berita yang dibawa orang-orang Barat ke Timur. Injil adalah berita bahagia untuk semua bangsa dan bukan bagian dari budaya Barat. Terang Injil harus menjadi bagian semua bangsa. Berdasarkan pemahaman itu, sudah waktunya Injil dibawa kembali dari Timur ke Barat. (jp)
TERANGNYA BERSINAR DI NEGERI ORANG
”Kita tidak dipanggil untuk menjadi terang di Kecamatan! Kita dipanggil menjadi saksi sampai ke ujung bumi, ke seluruh dunia,” papar Pdt. Barnabas dalam sebuah khotbahnya. Panggilan utama orang Kristen untuk bangkit dan bersinar ini memang berulangkali ditekankannya. Tak heran kalau ia berkesempatan untuk melanglang buana ke empat benua untuk memberitakan Injil.
Kini, ia menetap di negeri Kangguru, Australia, juga dengan kerinduan yang sama: agar Injil sampai kepada semua bangsa. Hal itu didasari pada keyakinan bahwa panggilan Kristus adalah memberkati dunia secara global. Globalisasi ternyata merupakan panggilan Kristus sejak dari mulanya. Orang Kristen yang berada di luar negeri merasa yakin bahwa keberadaannya di luar tanah air haruslah menjadi berkat.
Bahkan misi Indonesia di Australia sudah menetapkan sasaran-saran yang jelas. Pertama, mereka harus memberitakan Injil kepada orang-orang Indonesia yang tinggal di Australia. Kedua, Injil harus diberitakan kepada masyarakat pendatang di Australia. Ketiga, yang paling penting dari semuanya adalah memenangkan bangsa Australia.
Meski memiliki keterbatasan fisik dalam penglihatan, Dr. Barnabas tak pernah surut untuk tetap memberitakan Injil. Ia bertekad bahwa cacat fisik bukan halangan untuk terus maju. Dengan tekadnya pula ia kemudian merintis sebuah wadah pendidikan teologi di negeri orang Aborigin itu. Maka berdirilah Indonesian Mission Institute (IMI) atas kerja sama dengan Allan Walkers College of Evangelism (Sydney) dan Sekolah tinggi Teologi Kharisma (Bandung). Melalui lembaga ini diharapkan pemimpin-pemimpin gereja Indonesia di Australia akan lebih mantap bertumbuh dan berkembang dalam penginjilan. Dan harapan menghasilkan pemimpin itu menjadi kenyataan ketika pada bulan Oktober 2002, IMI dan STT Kharisma telah berhasil mengadakan wisuda yang pertama. Ada enam mahasiswa yang mencapai gelar Master of Arts (MA) dan lima mahasiswa Diploma Teologi.
Tak mudah memimpin jemaat di luar negeri. Dr. Barnabas mencatat beberapa syarat khusus seperti mampu berbahasa Inggris, mengenal budaya setempat, kuat dalam kepemimpinan dan semangat dalam penginjilan. Hal inilah yang dilakoni dan diajarkannya kepada mahasiswanya.
Demikianlah Dr. Barnabas menghidupi panggilannya di negeri Darlene Zschech ini. Ia, paling tidak, telah mematahkan asumsi bahwa Injil adalah berita yang dibawa orang-orang Barat ke Timur. Injil adalah berita bahagia untuk semua bangsa dan bukan bagian dari budaya Barat. Terang Injil harus menjadi bagian semua bangsa. Berdasarkan pemahaman itu, sudah waktunya Injil dibawa kembali dari Timur ke Barat. (jp)
No comments:
Post a Comment