MILIK KITA SEUTUHNYA
“Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal”.
Kalimat di atas adalah pernyataan Tuhan Yesus kepada perempuan Samaria. Maknanya teramat dalam. Yang dibicarakan di sini adalah soal hidup kekal, termasuk di dalamnya masalah “rahasia” yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang percaya. Rahasia besar tentang kepastian kemenangan dalam mengikut panggilan Tuhan.
Adalah si Asep, perjaka yang dua tahun lalu berlutut dan menyerahkan dirinya kepada Kristus dalam sebuah KKR. Hidupnya berubah total. Dulunya dia adalah pemuda brandalan, kini telah berubah menjadi pemuda gereja pujaan. Dulu tidur di pos ronda, sekarang tiap malam tidur di gereja. Tapi di pihak lain, di tempat kerja bossnya jadi kurang simpati. Iapun digeser dari posisinya yang strategis. Konsekuensinya, sumber-sumber finansialnya menyusut. Seperti hendak menambah runyam situasi, pacarnya yang hendak dinikahinya, mendadak memutuskan hubungan. Ditambah lagi dengan sakitnya sang ibu di kampung yang tak kunjung sembuh. Komplit.
Awalnya si Asep tegar. Tetapi hal itu hanya bertahan sebentar. Sukacitanya mulai mengering. Gairah kerja, apalagi ibadah berkurang drastis. Tak lama, Asep ditemukan tewas gantung diri di kamar kostnya. Seutas tali jemuran telah mengakhiri hidupnya.
Kembali ke ayat yang kita kutip di atas, menegaskan bahwa karunia keselamatan merupakan jawaban atas kebutuhan manusia yang paling mendasar. Anugrah Allah telah menyegarkan dahaga jiwa kita, sama seperti air yang menyegarkan kehausan jasmani. Menurut Injil Yohanes, inilah yang terjadi ketika seorang menerima Kristus sebagai Juru Selamat, menerima anugrah keselamatan. Bagaimana dengan si Asep? Apakah air hidup itu telah diterimanya? Rahasia besar menyelimuti kisah pemuda tadi. Bukan perkara mudah untuk menjawabnya.
Memang manfaat “segelas air” dengan “mata air” sangatlah berbeda. Yang pertama menekankan hal yang sementara, tetapi yang terakhir berbicara tentang sumber yang tak pernah habis. Kekuatan dan usaha manusia dapat menghasilkan kepuasan, tetapi pastilah untuk sementara. Narkoba memang menciptakan “kepuasan”. Sayangnya, ia tak melenyapkan kepedihan, hanya sekedar mengelabui. Itu sebabnya para penggunanya harus mengkonsumsinya lagi, dan lagi, dan lagi. Begitu seterusnya, semakin sering dan semakin banyak. Tiba saatnya, benda haram itu tak memberi kenikmatan lagi, tetapi menyisakan kehancuran.
Tuhan tak pernah bermaksud menjadikan aliran-aliran air hidup yang memberi kemenangan hidup bagi manusia itu untuk segelintir orang saja. Kesempatan ini diberikan kepada kita semua. Selain keselamatan, dikaruniakanNya juga kemampuan untuk hidup sebagai umatNya.
Sayangnya pengalaman sehari-hari memang tidak selalu mencerminkan kebenaran di atas. Yang kalah lebih banyak daripada yang menang. Tuhan mengingatkan bahwa air itu akan “terus-menerus” memancar. Kemenangan seharusnya menjadi pengalaman setiap kali, bukan sekali-kali. Jadi toh kalau kita maih jatuh juga dalam kekalahan, di mana letak kesalahannya?
Faktornya bisa beragam. Pertama, kita sering menganggap bahwa pencobaan yang kita alami amatlah berat dan melampaui kekuatan kita. Seakan-akan kita ditakdirkan untuk kalah. Firman Tuhan mengingatkan bahwa kita sudah punya perlengkapan rohani untuk menghadapi peperangan melawan iblis. Untuk setiap godaan iblis, Tuhan telah menyiapkan jurus tandingan yang dikaruniakan bagi kita.***
No comments:
Post a Comment