Friday, May 05, 2006

John Peter Simanungkalit
MENGGALI POTENSI DARI TUMPUKAN SAMPAH


Bagi kebanyakan orang, sampah adalah barang menjijikkan dan patut dibuang. Tidak begitu buat John Peter. Ia malah menemukan potensi dirinya melalui sisa-sisa barang yang dipulungnya itu.
Berangkat dari pelayanan sosial yang dikembangkan gerejanya, John mengumpulkan dan membina para pemulung sampah di Bandung Timur. Bukan hanya melayani mereka secara rohani, pria berdarah Batak ini juga membekali mereka dengan ketrampilan mengelola sampah.
Semuanya berawal pada tahun 1989. Ia mendapat informasi bahwa harga gabah waktu itu Rp. 600,- per kilogram, sementara harga sampah plastik Rp. 1000,- per kilogram. “Saya melihat nilai ekonomi yang tinggi dari sampah itu,” ujarnya. Ide briliannya ini kemudian mengantarnya menjadi pengusaha biji plastik yang sukses. Kisah suksesnya telah menarik banyak perhatian stasiun televisi. Di antaranya adalah program ‘Maestro’ di Metro TV yang ingin mengeksposnya. John sendiri menolak tawaran itu. “Ah, saya ini kan bukan maestro,” ungkapnya.

Low Profile
Meski sukses, John tetaplah sosok yang sederhana. Kantornya yang berada di dekat tumpukan sampah tak dilengkapi pendingin ruangan. Dindingnya terbuat dari triplek. Agar tak menimbulkan suara berisik ketika tertiup angin, pintu kantor diganjalnya dengan sebongkah bata. Ia mengaku bahwa semuanya ini hanyalah masalah perhitungan, bukan karena faktor ketidakmampuan. Pelajaran ini didapatnya semasa ia tinggal di sebuah keluarga keturunan Tionghoa di Cirebon. Dengan ‘perhitungan’ itu pula, ayah dua anak ini lebih memilih untuk mengontrak rumah daripada memiliki rumah sendiri. Ia juga merelakan 16 mobil dan truk bagi karyawannya.
Dengan begitu, ia tak lagi perlu mengeluarkan gaji sopir, ongkos pemeliharaan, bahan bakar dan pajak kendaraan. Sopirnya yang senang memiliki mobil baru, diharapkan semakin bersemangat menyuplainya sampah. “Buat istri dan anak-anak, Anvanza cukuplah,” imbuhnya.
“Saya hanya tinggal 8 jam sehari di rumah. Kebanyakan waktunya juga dipakai istirahat. Sayang sekali kalau punya rumah sendiri dengan biaya yang mahal, tetapi tak dinikmati,” papar jemaat GKKD Bandung ini. John bukan tak mampu beli rumah. Ia sendiri adalah seorang developer yang telah membangun ratusan unit rumah di beberapa kompleks perumahan di Bandung. Di bilangan Cipamokolan Bandung, ia tengah membangun kompleks perumahan Batu Karang Residence dan Batu Karang Sentosa.

Keuletan Kunci Sukses
Sebagai pengusaha, John terkenal ulet. Berkali-kali ia dicurangi karyawannya. Barang-barangnya dicuri. Bahkan suatu kali kebakaran hebat menghabiskan barang dan tempat kerjanya. John bergeming. Ia meyakini betul bahwa potensinya adalah menjadi pengusaha sampah. Pelan-pelan ia merintis lagi usahanya ini sampai menuai sukses berikutnya. Ia percaya bahwa semua ini adalah visi Tuhan yang diberikan kepadanya. Ia lalu mengutip sebuah ayat dalam Amsal, “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah takkan menambahinya.”
Kisah suksesnya tak lepas dari peran keluarganya. Niniek Maryani, istrinya yang asli Karanganyar – Jateng, diakuinya telah memberi banyak kontribusi bagi keberhasilannya. Hubungan harmonis yang terjalin di rumah, telah memberinya ide-ide cemerlang bagi pengembangan pekerjaannya. Sejak pacaran, keduanya telah memahami apa arti sebuah kesepakatan.
Meski telah berada di puncak sukses, John mengaku belum puas dengan pencapaiannya. Bukan berarti tak mengucap syukur, tetapi ia percaya bahwa Tuhan belum menyuruhnya berhenti. Ia memiliki obsesi agar lebih banyak pengusaha berpotensi seperti dirinya yang mengasihi Tuhan. Dengan begitu akan lebih banyak angkatan kerja yang diberkati melalui apa yang dilakukannya. Ia juga ingin membantu pelayanan hamba-hamba Tuhan di daerah dengan lembaga Forum Positiv yang dikelolanya bersama beberapa rekan. Begitulah John Peter yang menggali potensinya dari timbunan sampah. (Dimuat di BAHANA, Juni ’05).

No comments: