Thursday, March 16, 2006

KETERBUKAAN ADALAH AWAL PEMULIHAN?

Secara spiritual dan psikologis, manusia butuh diterima apa adanya. Dalam hubungan kita dengan Tuhan, kebutuhan diterima apa adanya sudah terpenuhi. Tuhan telah melakukannya dengan sempurna bagi kita. Tuhan menerima kita apa adanya. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu memang ada orang yang masih merasa malu, minder dan takut di hadapan Tuhan.

Permasalah yang lebih sering muncul adalah ketika kita menarik konteks pembicaraan ini kepada hubungan dengan sesama manusia, entah itu dalam hubungan keluarga, persekutuan gereja atau dalam kelompok masyarakat yang lebih luas. Pengakuan dan keterbukaan kita kepada orang lain justru kadang menjadi bumerang bagi kita. Alih-alih mendapat kelegaan, tak jarang justru muncul permasalahan baru dari rahasia yang kita beberkan kepada sesama kita. Padahal kita berharap agar orang-orang yang kepadanya kita membuka rahasia, adalah orang-orang yang mampu memahami situasi dan kondisi kita, sehingga rahasia kita tidak bocor ke manapun.

Memilih Hal yang Tepat
Hal-hal rahasia yang tersimpan dan menekan kita, perlu dibongkar ke luar. Jika tidak, tingkat stress kita akan merangkak naik dan tentu saja hal itu mengganggu harmoni kehidupan. Alam bawah sadar yang kita miliki kadang tak mau diajak kompromi dalam merahasiakan sesuatu. Itulah sebabnya tak sedikit orang yang mengalami mimpi buruk atau bahkan ngelindur saat tertidur. Pada saat itulah sesuatu yang kita sembunyikan menjadi terbongkar.

Di lain pihak kita mengalami ketakutan untuk terbuka. Kita sering berpesan, “Jangan bilang siapa-siapa lagi, hanya kamu yang tahu,” ketika menceritakan rahasia kita kepada orang lain. Percayalah bahwa orang itu juga akan memesankan hal yang sama ketika dia bercerita tentang rahasia kita kepada orang lain lagi. Begitu seterusnya, sampai sebuah rahasia bukan menjadi rahasia lagi. Rahasia itu berpindah dari wilayah privat menjadi konsumsi publik.

Kita harus membedakan antara masalah pribadi dengan hal-hal yang rahasia. Orang lain tak perlu tahu berapa uang yang kita alokasikan untuk persembahan perpuluhan. Berapa kali kita berhubungan intim dengan pasangan dalam seminggu, juga tak pantas diketahui publik. Itu masalah pribadi kita. Tetapi mungkin kadang ada rahasia yang membuat kita tertekan dan hidup tidak normal seperti biasanya. Karena sesuatu yang kita sembunyikan itu membuat kita minder, terintimidasi, dan mengalami hubungan yang retak. Atau bahkan menimbulkan akibat-akibat yang lebih parah lainnya, seperti keinginan untuk bunuh diri. Kita akan sangat terbantu untuk terbuka ketika berhasil membedakan kedua hal itu. Mungkin dalam tahap identifikasi ini kita memerlukan waktu yang lama. Tetapi itu lebih baik, sambil terus kita pikirkan implikasi-implikasi dari pengakuan kita.

Mempertimbangkan Orang yang Tepat
Kita perlu jujur kepada Tuhan. Tak satupun hal yang dapat disembunyikan di hadapanNya. Semuanya transparan. Jika kita menyembunyikan sesuatu, apalagi itu sebuah pelanggaran, kita tak akan beruntung. Sebaliknya, yang mengakui dan meninggalkannya akan disayangi (Ams 28:32).

Selanjutnya kita perlu jujur kepada diri kita sendiri. Hal ini penting agar kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri dan menerimanya secara utuh. Ada sebagian orang yang bahkan untuk menerima dirinya sendiri saja mengalami kesulitan, apalagi menerima orang lain.

Setelah itu pikirkanlah ‘orang yang tepat’ sebagai pemegang rahasia yang kita buka. Orang itulah yang akan membuat kita tenang dan aman setelah bercerita tentang apapun rahasia kita. Bisa saja orang itu adalah gembala/pendeta atau sahabat kita. Mungkin juga orang-orang yang punya ikatan emosi dengan kita, misalnya saudara atau pasangan kita.

Membuka hal yang tersembunyi kepada umum mungkin tidak bijaksana. Selain kita tak mengenalnya satu persatu, tidak ada jaminan bahwa mereka akan dengan dewasa menerima apa yang kita ceritakan. Lebih baik kita melakukannya empat mata, daripada di hadapan berpasang-pasang mata.

Memilih Saat yang Tepat
Masalahnya belum selesai ketika kita berhasil menjatuhkan pilihan pada hal dan orang yang tepat atas pengakuan kita. Kita harus menentukan saat yang tepat. Kita sering diliputi perasaan bahwa masalah kitalah yang paling berat. Orang lain pasti memiliki beban pergumulan yang ringan saja. Siapa bilang? Orang yang kepadanya kita mengaku bisa jadi punya problem yang lebih kompleks dari yang kita ceritakan.Dengan alasan inilah saat yang tepat harus kita peroleh supaya keterbukaan kita tidak menjadi kontraproduktif.

Dalam hal ini kesabaran kita memainkan peranan yang sangat besar. Kita tidak ingin hanya karena kita ‘terburu nafsu’ untuk menyelesaikan sebuah masalah, akhirnya malah membuat masalah itu menjadi semakin kompleks. Memang ada hal-hal yang mendesak dan perlu segera diselesaikan, tetapi jadilah tenang sehingga kita betul-betul memilih waktu atau saat yang paling tepat untuknya.

Demikianlah keterbukaan akan menjadi sarana yang paling efektif untuk membantu kita keluar dari masalah asalkan kita mampu memilih hal-hal yang tepat, orang-orang yang tepat dalam saat yang tepat pula. Anda mau melakukannya?

No comments: