Thursday, February 22, 2007

KARAKTER: INVESTASI KEKAL DALAM HIDUP ANDA

Anda mungkin pernah memiliki pengalaman buruk mengenai pelayanan publik di negeri ini. Anda sedang berada di sebuah bank atau rumah sakit. Betapa jengkelnya Anda ketika berharap mendapat pelayanan prima, tetapi para pegawai itu malah asyik ngobrol. Atau kinerja yang sangat lamban disertai dengan birokrasi yang kompleks. Alih-alih segera mendapat apa yang diinginkan, Anda malah dipingpong kesana-kemari. Anda lalu bergumam, “Payah! Mentalitas macam apa ini? Dasar…”

KEBUTUHAN AKAN KARAKTER
Kondisi di atas memang tak mudah diselesaikan. Buktinya hingga kini masalah mentalitas dan absennya karakter masih menjadi problem utama yang membelit bangsa ini. Pemerintahan sudah berkali-kali diganti, lembaga pemberantas korupsi sudah dibentuk, kinerja pendayagunaan aparatur sudah digenjot. Hasilnya? Megap-megap, untuk tidak menyebutnya nihil sama sekali!
Pada dasawarsa 90-an sempat muncul sebuah buku bertajuk “The Seven Habits of Highly Effective People” karangan Stephen R. Covey. Buku ini laris karena menawarkan sesuatu yang baru. Pembinaan profesional yang sebelumnya cenderung menekankan kompetensi, ‘dijungkirbalikkan’ Covey dengan mengusung pembinaan yang menekankan karakter. Pendekatan ‘Seven Habits’ memang lebih menekankan kualitas yang membentuk karakter agar memiliki tujuan hidup, punya prinsip dan mandiri sebagi pribadi unggul. Dari sini kemudian orang terbangun dan tergugah untuk berpikir tentang CHARACTER BUILDING (pembentukan karakter).
Mungkinkah caracter building terjadi dalam diri kita yang sudah jatuh ke dalam dosa sehingga kehilangan kemuliaan Allah? Perjanjian Baru mendorong orang percaya untuk bertumbuh dalam hidup barunya (Ibr 12:1-3). Perubahan dan pertumbuhan karakter, dengan demikian, hanya dapat terjadi di dalam diri orang yang telah dibaharui Roh Kristus melalui kelahiran baru.

DI MANA KARAKTER ITU?
Mari kita tarik konteks pembicaraan kepada pembentukan karakter diri kita sendiri. Terus menyalahkan orang lain juga tidak memberi apa-apa dalam penyelesaian masalah. Jika memang lingkungan sudah sulit diubah, kitalah yang harus berubah. Seorang motivator pernah bergurau dengan sopir pribadinya. Dalam sebuah perjalanan yang begitu crowded-macet-kacau, seorang sopir angkot mengemudikan mobilnya sembarangan. Sopir pribadi motivator itu lantas berkata, “Baru nyetir angkot saja sudah begitu. Bagaimana nanti kalau nyetir taksi atau mobil pribadi?” “Justru karena gaya nyetirnya seperti itu, maka dia hanya jadi sopir angkot,” timpal sang motivator.
Pernyataan sang motivator benar. Karakter ternyata menentukan tingkat kapasitas dan tanggung jawab. Jika kita semakin bertumbuh di dalam karakter, semakin kita dipercaya orang. Semakin karakter kita serupa dengan Kristus, semakin orang lain diberkati melalui hidup kita. Orang sudah jenuh dengan banyaknya orang pinter yang membuat keblinger. Atau orang berakal yang sukanya akal-akalan. Sekarang orang bertanya, “Di manakah orang yang berkarakter?” Beranikah kita memberi jawaban “Ya, sayalah orangnya” atas pertanyaan itu?
Sementara harta dan kekayaan ditinggalkan ketika maut menjemput, karakter justru akan kita bawa dalam pertanggungjawaban di hadapan tahta-Nya. Itu sebabnya, investasi kekal ini mau tidak mau harus menjadi prioritas dalam hidup kita. Mari membangun karakter yang semakin hari, semakin serupa Kristus.*** [JP]

No comments: