KETIKA YESUS DIHINA
Karena memiliki harga diri, tak seorangpun mau dihina. Respon seseorang yang dihina bisa beragam. Mulai dari tersenyum sinis hingga marah dan bahkan membunuh pihak yang menghinanya.
Penyanyi Iwan Fals pernah diprotes umat Hindu karena dituduh melakukan penghinaan terhadap agama Hindu berkaitan dengan gambar sampul albumnya, Manusia ½ Dewa. Umat Muslim sedunia berdemonstrasi untuk memprotes keras pemuatan kartun dan karikatur yang dianggap melecehkan Nabi Muhammad, junjungan mereka di beberapa media Eropa.
Bagaimana dengan penghinaan terhadap Yesus? Beberapa hal ini bisa disebut sebagai contoh. Opera “Jesus Christ Superstar” melukiskan Yesus seperti orang tolol dan badut yang diejek. Dilukiskan pula percintaan Yesus dengan eks pelacur, Maria Magdalena, dalam penghinaan yang luar biasa. Film “The Love Affair of Jesus” melukiskan Yesus sebagai perampok bank yang terlibat dalam skandal percintaan. Rock opera “Hair” mementaskan kemaksiatan dosa Sodom dan Gomora (homosex) dan diakhiri dengan adegan penyaliban Yesus dengan wanita-wanita telanjang menari mengelilingi salib. Dan seorang wartawan berkata, “Sebetulnya panggung yang paling cocok ialah dia dalam gereja”. Film “The Last Temptation of Christ” (1998) yang disutradarai Martin Scorsese menggambarkan Yesus turun dari salib dan menikahi Maria Magdalena lalu membangun keluarga dan menikmati hari tua. Lalu pada masa tua setelah sadar dia ditipu Lucifer, Yesus merangkak menuju salib untuk menebus dosa.
Buku-buku yang menyerang ketuhanan Yesus juga terus bermunculan akhir-akhir ini. Sejak heboh DaVinci Code garapan Dan Brown yang meremehkan inti iman Kristen tentang Kristologi, serangkaian buku lain lalu muncul di pasaran. Setidaknya ada ‘Selamatkan Yesus dari Orang Kristen’ oleh Clayton Sullivan yang juga mempermasalahkan ketuhanan Yesus. Lalu ada Injil Yudas yang idem dito. Daftar ini belum termasuk penghinaan terhadap-Nya melalui media lain, seperti internet, CD/VCD, dll.
Apakah sebagai orang Kristen kita geram dan marah? Secara jujur, ya. Tetapi ada teladan luar biasa dari Tuhan Yesus sendiri untuk meresponi penghinaan, bahkan penganiayaan.
Pertama, mendoakan. Dalam terminologi Yesus, para pengejek dan penghina itu tidak tahu apa yang mereka perbuat. Sebab sebenarnya bukan merekalah sumbernya. Mereka hanya alat yang digunakan oleh si jahat untuk menjalankan misinya. Doa yang sama diucapkan Stefanus sesaat sebelum meregang nyawa karena dirajam batu. Itu sebabnya kita wajib mendoakan pengejek-pengejek itu agar diampuni Allah.
Kedua, apologetika tanpa kekerasan. 1 Petrus 3:15 memberi petunjuk kepada kita tentang memberi pertanggunjawaban iman secara ‘lemah lembut’ dan ‘hormat’. Alkitab tidak pernah mengajarkan dan membenarkan cara-cara kekerasan. Karena yang diserang oleh para pengejek adalah wilayah kepercayaan (iman), jawaban yang kita berikan haruslah berkaitan dengan hal-hal yang membuka wawasan mereka.
Ketiga, pembinaan ke dalam. Para Rasul yang menulis surat, entah kepada jemaat atau pribadi, selalu menyisipkan petuah untuk berhati-hati terhadap pengajar sesat yang sering disebut juga sebagai pengejek. Bahwa mereka adalah orang-orang yang berbahaya, hal ini tidak disangkal oleh para Rasul. Tetapi nasihat yang terpenting adalah ‘melawan’ dengan memperkokoh kehidupan Kristen dengan semakin berakar di dalam firman-Nya. Semakin dalam kita tertanam, semakin sulit ejekan-ejekan terhadap Kristus menggoyahkan iman kita.***
No comments:
Post a Comment