MAS HENDRO
Mas Hendro telah membantuku melihat bahwa Tuhan memperhatikan kebutuhan-kebutuhanku, sekecil apapun itu. Karena jaketku telah lusuh dan butut, aku berniat untuk mencari penggantinya. Mulailah aku menyusuri Bandung, kota seribu outlet.
Adalah 'OttenOne' sebuah outlet di pangkal Jl. Dr. Otten, namun kini telah bangkrut. Ada sebuah jaket yang menurutku bagus dan cocok dengan selera. Apalagi warnanya biru dengan strip putih di lengan. Pas.
Sayangnya uang di kantong yang tidak pas. Alhasil, harus kutunda keinginan untuk memiliki jaket baru. Tentu karen aharus menunggu supaya dompet menebal. Tiga-empat berlalu, entah kenapa, keinginan akan jaket itu terlupa. Mungkin karena kesibukan yang mulai menggunung sampai memikirkan jaket pun tak sempat.
Dalam sebuah kesempatan memimpin pujian pada ibadah gereja, mujizat terjadi. Pada jeda menjelang masuk ibadah kedua, seorang pria berkacamata menghampiriku. Pria itu duduk di deretan bangku depan pada ibadah pertama tadi. Dan dia bukan anggota jemaat di gereja tempatku berbakti.
"Ada sesuatu yang harus kita bicarakan," ujarnya. Tanda tanya mulai terbubuh di benak, "Ada apakah gerangan?" Sejurus kemudian dia menyodorkan tas plastik putih berisi barang seukuran kardus mie yang dibungkus koran. "Ini untuk Anda," paparnya seraya bergegas pergi. Waktu itu sedang heboh bom di berbagai tempat. "Mungkinkah ini bom juga?" aku bergumam. Masih diliputi kegamangan, kubuka bungkusan itu harap-harap cemas. Jika benar bom, tamatlah riwayatku dan juga gereja tempatku berbakti.
Kejutan berlanjut. Setelah kubuka ternyata isinya jaket! Anehnya, jaket itu sama persis dengan yang kucoba di OttenOne beberapa bulan silam. Bukan hanya jaket, sepotong kemeja dan dasi pun ada di dalamnya. Hati berkecamuk dan air mata meleleh... Dengan cara seperti inikah Tuhan menolong dan memperhatikan kebutuhan kecilku?
Satu setengah tahun kemudian....
Tanpa disengaja aku bertemu dengan pria pemberi bungkusan yang setelah berkenalan aku tahu bahwa namanya Hendro. "Koq Mas Hendro bisa memberi saya jaket. Apa Mas tahu kalau saya memang membutuhkannya?" tanyaku penasaran. Dia kemudian juga menyatakan keheranannya. "Aku lagi nyetir mobil sepulang kantor. Ketika melintas di OttenOne ada dorongan yang kuat untuk memarkir mobil dan masuk outlet itu," paparnya. Akhirnya Mas Hendro membeli jaket, baju dan dasi yang menurutnya harus ia berikan kepada seseorang yang belum diketahuinya. Hari minggu itu ia beribadah di gerejaku dan dorongan kuat itu kembali hadir untuk memberikan bungkusan yang telah disiapkannya itu.
Demikianlah Mas Hendro telah menunjukkan kepadaku bahwa pertolongan Tuhan bisa datang dengan berbagai cara. Bahkan yang tak pernah terpikirkan sekalipun.***
Perjumpaanku dengan pribadi-pribadi dan permenunganku atas rentetan peristiwa...
Tuesday, August 15, 2006
Monday, August 07, 2006
KETIKA YESUS DIHINA
Karena memiliki harga diri, tak seorangpun mau dihina. Respon seseorang yang dihina bisa beragam. Mulai dari tersenyum sinis hingga marah dan bahkan membunuh pihak yang menghinanya.
Penyanyi Iwan Fals pernah diprotes umat Hindu karena dituduh melakukan penghinaan terhadap agama Hindu berkaitan dengan gambar sampul albumnya, Manusia ½ Dewa. Umat Muslim sedunia berdemonstrasi untuk memprotes keras pemuatan kartun dan karikatur yang dianggap melecehkan Nabi Muhammad, junjungan mereka di beberapa media Eropa.
Bagaimana dengan penghinaan terhadap Yesus? Beberapa hal ini bisa disebut sebagai contoh. Opera “Jesus Christ Superstar” melukiskan Yesus seperti orang tolol dan badut yang diejek. Dilukiskan pula percintaan Yesus dengan eks pelacur, Maria Magdalena, dalam penghinaan yang luar biasa. Film “The Love Affair of Jesus” melukiskan Yesus sebagai perampok bank yang terlibat dalam skandal percintaan. Rock opera “Hair” mementaskan kemaksiatan dosa Sodom dan Gomora (homosex) dan diakhiri dengan adegan penyaliban Yesus dengan wanita-wanita telanjang menari mengelilingi salib. Dan seorang wartawan berkata, “Sebetulnya panggung yang paling cocok ialah dia dalam gereja”. Film “The Last Temptation of Christ” (1998) yang disutradarai Martin Scorsese menggambarkan Yesus turun dari salib dan menikahi Maria Magdalena lalu membangun keluarga dan menikmati hari tua. Lalu pada masa tua setelah sadar dia ditipu Lucifer, Yesus merangkak menuju salib untuk menebus dosa.
Buku-buku yang menyerang ketuhanan Yesus juga terus bermunculan akhir-akhir ini. Sejak heboh DaVinci Code garapan Dan Brown yang meremehkan inti iman Kristen tentang Kristologi, serangkaian buku lain lalu muncul di pasaran. Setidaknya ada ‘Selamatkan Yesus dari Orang Kristen’ oleh Clayton Sullivan yang juga mempermasalahkan ketuhanan Yesus. Lalu ada Injil Yudas yang idem dito. Daftar ini belum termasuk penghinaan terhadap-Nya melalui media lain, seperti internet, CD/VCD, dll.
Apakah sebagai orang Kristen kita geram dan marah? Secara jujur, ya. Tetapi ada teladan luar biasa dari Tuhan Yesus sendiri untuk meresponi penghinaan, bahkan penganiayaan.
Pertama, mendoakan. Dalam terminologi Yesus, para pengejek dan penghina itu tidak tahu apa yang mereka perbuat. Sebab sebenarnya bukan merekalah sumbernya. Mereka hanya alat yang digunakan oleh si jahat untuk menjalankan misinya. Doa yang sama diucapkan Stefanus sesaat sebelum meregang nyawa karena dirajam batu. Itu sebabnya kita wajib mendoakan pengejek-pengejek itu agar diampuni Allah.
Kedua, apologetika tanpa kekerasan. 1 Petrus 3:15 memberi petunjuk kepada kita tentang memberi pertanggunjawaban iman secara ‘lemah lembut’ dan ‘hormat’. Alkitab tidak pernah mengajarkan dan membenarkan cara-cara kekerasan. Karena yang diserang oleh para pengejek adalah wilayah kepercayaan (iman), jawaban yang kita berikan haruslah berkaitan dengan hal-hal yang membuka wawasan mereka.
Ketiga, pembinaan ke dalam. Para Rasul yang menulis surat, entah kepada jemaat atau pribadi, selalu menyisipkan petuah untuk berhati-hati terhadap pengajar sesat yang sering disebut juga sebagai pengejek. Bahwa mereka adalah orang-orang yang berbahaya, hal ini tidak disangkal oleh para Rasul. Tetapi nasihat yang terpenting adalah ‘melawan’ dengan memperkokoh kehidupan Kristen dengan semakin berakar di dalam firman-Nya. Semakin dalam kita tertanam, semakin sulit ejekan-ejekan terhadap Kristus menggoyahkan iman kita.***
Karena memiliki harga diri, tak seorangpun mau dihina. Respon seseorang yang dihina bisa beragam. Mulai dari tersenyum sinis hingga marah dan bahkan membunuh pihak yang menghinanya.
Penyanyi Iwan Fals pernah diprotes umat Hindu karena dituduh melakukan penghinaan terhadap agama Hindu berkaitan dengan gambar sampul albumnya, Manusia ½ Dewa. Umat Muslim sedunia berdemonstrasi untuk memprotes keras pemuatan kartun dan karikatur yang dianggap melecehkan Nabi Muhammad, junjungan mereka di beberapa media Eropa.
Bagaimana dengan penghinaan terhadap Yesus? Beberapa hal ini bisa disebut sebagai contoh. Opera “Jesus Christ Superstar” melukiskan Yesus seperti orang tolol dan badut yang diejek. Dilukiskan pula percintaan Yesus dengan eks pelacur, Maria Magdalena, dalam penghinaan yang luar biasa. Film “The Love Affair of Jesus” melukiskan Yesus sebagai perampok bank yang terlibat dalam skandal percintaan. Rock opera “Hair” mementaskan kemaksiatan dosa Sodom dan Gomora (homosex) dan diakhiri dengan adegan penyaliban Yesus dengan wanita-wanita telanjang menari mengelilingi salib. Dan seorang wartawan berkata, “Sebetulnya panggung yang paling cocok ialah dia dalam gereja”. Film “The Last Temptation of Christ” (1998) yang disutradarai Martin Scorsese menggambarkan Yesus turun dari salib dan menikahi Maria Magdalena lalu membangun keluarga dan menikmati hari tua. Lalu pada masa tua setelah sadar dia ditipu Lucifer, Yesus merangkak menuju salib untuk menebus dosa.
Buku-buku yang menyerang ketuhanan Yesus juga terus bermunculan akhir-akhir ini. Sejak heboh DaVinci Code garapan Dan Brown yang meremehkan inti iman Kristen tentang Kristologi, serangkaian buku lain lalu muncul di pasaran. Setidaknya ada ‘Selamatkan Yesus dari Orang Kristen’ oleh Clayton Sullivan yang juga mempermasalahkan ketuhanan Yesus. Lalu ada Injil Yudas yang idem dito. Daftar ini belum termasuk penghinaan terhadap-Nya melalui media lain, seperti internet, CD/VCD, dll.
Apakah sebagai orang Kristen kita geram dan marah? Secara jujur, ya. Tetapi ada teladan luar biasa dari Tuhan Yesus sendiri untuk meresponi penghinaan, bahkan penganiayaan.
Pertama, mendoakan. Dalam terminologi Yesus, para pengejek dan penghina itu tidak tahu apa yang mereka perbuat. Sebab sebenarnya bukan merekalah sumbernya. Mereka hanya alat yang digunakan oleh si jahat untuk menjalankan misinya. Doa yang sama diucapkan Stefanus sesaat sebelum meregang nyawa karena dirajam batu. Itu sebabnya kita wajib mendoakan pengejek-pengejek itu agar diampuni Allah.
Kedua, apologetika tanpa kekerasan. 1 Petrus 3:15 memberi petunjuk kepada kita tentang memberi pertanggunjawaban iman secara ‘lemah lembut’ dan ‘hormat’. Alkitab tidak pernah mengajarkan dan membenarkan cara-cara kekerasan. Karena yang diserang oleh para pengejek adalah wilayah kepercayaan (iman), jawaban yang kita berikan haruslah berkaitan dengan hal-hal yang membuka wawasan mereka.
Ketiga, pembinaan ke dalam. Para Rasul yang menulis surat, entah kepada jemaat atau pribadi, selalu menyisipkan petuah untuk berhati-hati terhadap pengajar sesat yang sering disebut juga sebagai pengejek. Bahwa mereka adalah orang-orang yang berbahaya, hal ini tidak disangkal oleh para Rasul. Tetapi nasihat yang terpenting adalah ‘melawan’ dengan memperkokoh kehidupan Kristen dengan semakin berakar di dalam firman-Nya. Semakin dalam kita tertanam, semakin sulit ejekan-ejekan terhadap Kristus menggoyahkan iman kita.***
Subscribe to:
Posts (Atom)