PRACIMANTORO SUATU KETIKA
Tiga belas tahun lalu, Pracimantoro adalah wilayah kering susah air. Mungkin kini masih sama. Tanah putih berpadas yang licin saat diguyur hujan, tapi penuh dengan daun-daun jati yang meranggas kala kemarau tiba. Orang-orangnya yang ramah bertutur dengan bahasa Jawa yang sedialek dengan Gunung Kidul.
Mengabdikan diri bagi Injil di bumi Pracimantoro, mencatatkan kisah-kisah menawan. Atas dawuh Pak John Eddy (gembala kami), saya dan Pak Saiman ketiban sampur untuk menyiapkan acara Natal. Biasanya Natal dirayakan di gereja pusat, lalu juga di pos-pos PI di Mudal, Lebak dan Eromoko. Ke Mudal dan Eromoko, sarana transportasi relatif mudah didapat. Tapi ke Lebak, saya dan Pak Saiman lebih sering berjalan kaki menyusuri ladang-ladang berpadas. Jadilah ular, belalang dan tikus ladang yang kami jumpai. Kalaupun ada tumpangan, biasanya truk warga sepulang mengangkut sapi.
Saya bikin dekorasi sederhana dan seadanya. Selembar background kain dengan tema yang terpajang, lalu pohon terang dari pucuk cemara yang dihiasi kapas dan kertas emas. Waktu acara berlangsung, tetangga dan aparat desa diundang. Pak Lurah memberi kata sambutan. Kala itu Pemilu 1997 menjelang dan Pak Lurah menggunakannya sebagai kesempatan 'curi start' kampanye. Dia bilang, "Saya mendukung orang Kristen, karena orang Kristen mendukung pemerintah. Buktinya, setiap Natal selalu ada pohon terang yang menyerupai beringin." Tepuk tangan membahana. Tapi Pak Lurah kebangetan ngawurnya. Apa hubungan antara cemara dan beringin? Yang satu 'lancip' menjulang, satunya lagi kan 'kribo' mirip rambut Ahmad Albar? Ah, namanya juga kampanye, pasti semua dihubung-hubungkan. Jangan-jangan tidak menyikat gigi juga dianjurkan, karena gigi kuning sama dengan warna kebanggaan Golkar... Aya-aya wae...
Hidangan khas seusai acara adalah nasi dengan oseng tempe dan secuil ayam goreng yang dibungkus daun jati. Sensasi gurihnya tidak kalah dengan ayam goreng Ny. Suharti. Serius. Sesudahnya menyeruput teh manis hangat yang menambah 'mak nyusss..' Pracimantoro, suatu kali aku kan datang lagi...
Perjumpaanku dengan pribadi-pribadi dan permenunganku atas rentetan peristiwa...
Thursday, December 20, 2007
Tuesday, December 18, 2007
DEUS ADVENTUS, DEUS REVELATUS
Ketika musim Natal tiba, apa yang paling menyita waktu Anda? Membongkar kembali pohon terang di dalam dus yang tersimpan di sudut gudang? Mengeluarkan kaset-kaset atau CD lagu-lagu Natal dari tempatnya dan memutarnya lagi? Memasang perhiasan-perhiasan berbentuk kaos kaki, bulatan daun atau pernak-pernik bernuansa merah-hijau? Atau apa?
Suatu ketika, Seniman Jadug Ferianto sempat melontarkan uneg-unegnya mengenai cara orang merayakan Natal di era modern ini. "Telah terjadi pengkhianatan terhadap pesan kesederhanaan yang ditinggalkan Natal yang pertama," ujarnya bermaksud mengoreksi perayaan Natal yang kental dengan hura-hura. Apa yang dinyatakan adik Butet Kartaredjasa itu ada benarnya. Sekarang Natal memang telah bersentuhan dengan modernitas dengan segala konsekuensi yang terkandung di dalamnya. Ia telah menjadi ladang subur bagi konsumerisme dan menjadi bancakan bagi kapitalisme yang rakus. Natal adalah komoditi tahunan untuk mendatangkan keuntungan yang sayang jika dilewatkan. Apa boleh buat...
Natal pada awalnya adalah sebuah berita sederhana yang agung. Sederhana karena apa yang disampaikan malaikat kepada Maria tidak kompleks seperti perkataan filsuf yang mbulet. Agung karena isi berita itu merupakan proklamasi tentang Yesus yang akan menjadi Raja atas umat-Nya. Berita itu menyatakan tentang Allah yang, meminjam istilah Katon Bagaskara, sudi turun ke bumi (Deus Adventus) dan juga Allah yang mau menyatakan-menyingkapkan diri-Nya (Deus Revelatus) kepada manusia. Di hiruk-pikuk perayaan Natal tahun ini, pesan itu jangan sampai bergeser... SELAMAT NATAL!
Ketika musim Natal tiba, apa yang paling menyita waktu Anda? Membongkar kembali pohon terang di dalam dus yang tersimpan di sudut gudang? Mengeluarkan kaset-kaset atau CD lagu-lagu Natal dari tempatnya dan memutarnya lagi? Memasang perhiasan-perhiasan berbentuk kaos kaki, bulatan daun atau pernak-pernik bernuansa merah-hijau? Atau apa?
Suatu ketika, Seniman Jadug Ferianto sempat melontarkan uneg-unegnya mengenai cara orang merayakan Natal di era modern ini. "Telah terjadi pengkhianatan terhadap pesan kesederhanaan yang ditinggalkan Natal yang pertama," ujarnya bermaksud mengoreksi perayaan Natal yang kental dengan hura-hura. Apa yang dinyatakan adik Butet Kartaredjasa itu ada benarnya. Sekarang Natal memang telah bersentuhan dengan modernitas dengan segala konsekuensi yang terkandung di dalamnya. Ia telah menjadi ladang subur bagi konsumerisme dan menjadi bancakan bagi kapitalisme yang rakus. Natal adalah komoditi tahunan untuk mendatangkan keuntungan yang sayang jika dilewatkan. Apa boleh buat...
Natal pada awalnya adalah sebuah berita sederhana yang agung. Sederhana karena apa yang disampaikan malaikat kepada Maria tidak kompleks seperti perkataan filsuf yang mbulet. Agung karena isi berita itu merupakan proklamasi tentang Yesus yang akan menjadi Raja atas umat-Nya. Berita itu menyatakan tentang Allah yang, meminjam istilah Katon Bagaskara, sudi turun ke bumi (Deus Adventus) dan juga Allah yang mau menyatakan-menyingkapkan diri-Nya (Deus Revelatus) kepada manusia. Di hiruk-pikuk perayaan Natal tahun ini, pesan itu jangan sampai bergeser... SELAMAT NATAL!
Monday, December 17, 2007
Raden Ngabei Pawiro Wikarto & Ny.
Perkenalkan... ini kakek dan nenek saya. Di seantero Purwomarto, Pak Iluk (demikian ia akrab disapa) dikenal sebagai seorang anggota LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia). Beliau memang aktif sebagai tenaga medis kala perang kemerdekaan berkecamuk. Pak Iluk kini berjualan jadah, makanan khas dari ketan yang rasanya gurih. Mungkin ia satu-satunya penjual jadah di kecamatan Sedayu.
Ia masih gemar bola seperti dulu. Semasa kecil, aku langganan diajak menyaksikan PS Argomulyo, kesebelasan kebangaannya ke beberapa tempat. Stadion Dwi Windu di Bantul, Trikoyo di Klaten, bahkan sempat ke Temanggung dan Jepara. Belum lagi ke lapangan-lapangan kelas kampung. Menikmati pertandingan sembari mengunyah kacang godog dan bakpao menjadi kenangan tersendiri.
Mbah Kakung adalah Soehartois sejati. Ia selalu berapi-api ketika membicarakan mantan presiden itu. Bapak pernah didukani ketika memutuskan berhenti sebagai kepala dusun dan beralih mendukung Megawati. "Bapakmu ki piye to? Wis penak-penak melu Golkar kok malah mundur barang," paparnya kala itu. Ia yakin bahwa presiden selain Soeharto tidak, atau setidaknya belum menyejahterakan rakyatnya seperti dulu.
Mbah, saya kangen pengin nonton bola bareng lagi. Kapan bisa ya Mbah?
Subscribe to:
Posts (Atom)