Tuesday, May 24, 2011


SALAH SANGKA

“Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” (Kolose 3:18-19)

Dengan berkacak pinggang seorang istri menunggu suaminya yang sebentar lagi pulang. Ia jengah mendengar isu tentang perselingkuhan suaminya yang dihembuskan teman-teman arisannya. Gosip suaminya main api itu telah berhasil membakarnya.
Terdengar suara motor suaminya yang melaju kian mendekat ke depan rumahnya. Ia semakin terbakar emosi ketika melihat bahwa footstep sepeda motor sebelah kanan terlipat, sementara sisi kiri terbuka seperti sehabis digunakan. “Ia pasti baru saja membonceng perempuan lain dengan posisi duduk menyamping,” gumamnya dalam hati. Begitu suaminya turun dan melepas helm, ia langsung memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan bernada kecurigaan. Nadanya pun kian lama kian meninggi. “Benar kan kata teman-temanku… Papa selingkuh. Main api. Lihat footstep ini. Setiap pulang kerja, selalu posisinya begini.  Apalagi kalau bukan habis ngebonceng perempuan lain?”
“Mama ini apa-apaan sih? Suami pulang bukannya disambut dengan mesra, malah dihujani kecurigaan yang engga-engga…” jawab suaminya. “Papa tuh tiap pulang kerja ngebonceng seorang Bapak yang cacat. Kaki kanannya sudah diamputasi. Jadi wajar lah kalau footstep sebelah kiri saja yang terbuka,” timpalnya lagi.
Sang istri lantas malu. Apa yang menjadi kecurigaannya selama ini ternyata tak berdasar. Ia malah mendapatkan kenyataan bahwa suaminya adalah sosok yang suka menolong orang yang membutuhkan. Sejak itu ia tak ingin lagi dibakar api cemburu tanpa dasar.
Sahabat, salah satu kunci untuk mengatasi konflik di dalam keluarga adalah dengan membangun sebuah kepercayaan terhadap pasangan dan tidak mudah percaya kepada gosip yang tidak jelas sumbernya. Jika suami dan isteri memegang prinsip ini, niscaya keharmonisan rumah tangga menjadi bagian hidup kita. [JP]

Monday, May 23, 2011

NASIB NELANGSA PAHLAWAN DEVISA

 
“...dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga,” (Filipi 2:4)
Dalam sebuah penerbangan dari Amman (Yordania) ke Dubai (Uni Emirat Arab), saya duduk bersebelahan dengan dengan seorang TKW asal Indramayu. Sebelum duduk di bangku kabin pesawat, ia tampak sibuk membereskan barang-barang bawaannya untuk dimasukkan ke locker. Tetapi ada satu barang yang terpaksa ditaruh di bawah bangku karena locker tak lagi mencukupi.

“Barang bawaannya banyak juga ya Mba?” tanya saya mengawali pembicaraan. “Sudah tiga tahun tidak pulang, bawa keperluan untuk keluarga di rumah. Saya bawa banyak barang. Tidak tahu kalau ada batas bagasi sampai 30kg saja. Tadi juga sempat ada satu tas yang terpaksa ditinggalkan di bandara, padahal isinya semua mainan untuk anak saya satu-satunya. Gimana lagi ya Mas, harus ada yang dikorbankan, yang penting saya bisa ketemu anak…” paparnya pilu.

Ia juga berkisah, sepeninggal suaminya karena kecelakaan, ia harus berjuang untuk menghidupi anak dan mertuanya. Ia lantas memutuskan untuk mengadu nasib menjadi TKW. Ia berkorban dengan harus berpisah jarak dengan anaknya, bekerja di negeri orang yang belum tentu menjamin pendapatan dan juga keselamatannya.

Sahabat NK, berkorban untuk kepentingan orang lain itu memang membutuhkan perjuangan. Nilai inilah yang juga ditekankan Alkitab agar kita tidak mementingkan keperluan kita sendiri. Kita mungkin tidak akan langsung menuainya kini, tetapi kelak dalam kekekalan kita akan menerima upahnya.***